Jumat, 30 Januari 2009

A Way to Increase Production Performance


PRODUKTIVITAS

Didalam bukunya “ Understanding Productivity ”, Joseph M Putti, mendefinisikan produktivitas sebagai tingkat perbandingan antara besarnya keluaran dengan besarnya masukan .
hubungan ini digambarkan dengan persamaan berikut :
Produktivitas = Output : Input
Contoh :
Input = Jumlah jam kerja yang tersedia = 20 orang x 5 hari x 8 jam/hari = 800 jam
Output = 8000 unit mainan
Produktivitas = 8000 / 800 = 10 unit mainan / jam

Disamping tenaga kerja, input yang lain dapat berupa modal (uang) dan bahan baku.

Jika dilihat dari persamaan diatas, mengendalikan produktivitas terlihat begitu mudah . Hanya ada 2 variabel yang mempengaruhi, pertama Input dan kedua Output.
Tapi dalam kenyataan tidak semudah hitungan matematisnya.

Banyak upaya dan strategi yang kita lakukan untuk mencapaianya, mengikuti trainning, seminar, sampai literatur-literatur mengenai lean manufacturing hampir memenuhi rak buku, tapi hasil masih tidak sesuai harapan.

Mr. OGAWA

Namanya Ogawa, saya biasa panggil Ogawa San, kurang lebih sampai tahun 2003 dia menjadi Technical Advisor diperusahaan tempat saya bekerja. Tahun 2006 saya mengikuti program Trainning ke Jepang, kebetulan satu departemen dengan Ogawa, dari banyak diskusi dengannya saya mendapat sebuah pelajaran yang sangat sangat berharga. Menurut dia, meskipun berada dalam satu grup, konsep produksi antara perusahaan di Jepang dengan di Indonesia berbeda. Di Jepang tidak diperlukan adanya kepala produksi yang pintar, karena sistem produksinya lebih menitik beratkan pada kemajuan teknologi , Sebaliknya di Indonesia, sistem lebih menitik beratkan pada faktor manusia, tidak berlebihan jika saya katakan kepala-kepala produksi di Indonesia, terutama dilevel Supervisor lebih pintar dari pada disana, karena ini memang kebutuhan & faktor lain, sistem produksi di Indonesia sangat membutuhkan orang-orang yang pintar sebagai penyeimbang dari lemahnya aplikasi teknologi modern. Faktor modal, tenaga kerja yang berlimpah “ dengan harga sedikit lebih murah”, konsep padat karya-nya “ Eyang Soeharo “ yang mau tidak mau Investasi di Indonesia harus bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya, yang justru membuat investor berpirkir dua kali untuk mendirikan pabrik padat teknologi. ( Saya tidak tahu ini benar atau salah, tapi jika dipikir lebih jauh, contohnya PT. Gudang Garam, jika memutuskan menggunakan mesin automatis dalam proses produksi rokok kretek-nya, tidak terbayang berapa jumlah pengangguran )

Kembali ke cerita saya diatas, kondisi yang Ogawa ceritakan ini benar. Saya bandingkan skill dan knowledge level supervisor disana masih satu level dibawah orang-orang kita. ( tapi anehnya, kalau dikirim ke Indonesia, secara struktural mereka ini bisa berada sampai dua level diatas kita ). Situasi ini juga bisa disebabkan oleh orientasi orang Jepang dalam bekerja yaitu hasil dan loyalitas, Jenjang karir di Jepang pada umumnya lebih berdasar pada masa kerja atau senioritas, jadi jarang terlihat orang – orang muda yang karirnya melesat bak meteor, terutama di bagian Produksi. Bahkan dibeberapa section, Kepala shift juga merangkap sebagai petugas maintenance. Ini bisa terjadi karena penerapan teknologi memiliki tujuan yang jelas, proses lebih cepat, safe, dan mudah memudahkan dalam kontrol. Seperti contohnya, Sistem Informasi global yang terintegrasi, Sistem Alokasi Order yang sangat detail, mesin-mesin produksi keluaran terbaru dan lebih “ easy using “, dan kinerja mesin-mesin ini bisa dimonitor dari ruang Ka. Seksi, Sistem pengendalian mutu yang sangat baik ( bahkan seperti menjadi bagian dari budaya ), Sistem Suplay material dan Sistem pengiriman barang jadi ke Gudang menggunakan robot, dan masih banyak lagi … yang membuat saya seperti berada diplanet lain. Dengan mengedapankan teknologi dalam sistem, secara tidak langsung faktor manusia menjadi bukan faktor terpenting.
Ogawa bilang untuk mendesign sistem seperti ini, ada bagian yang mendampingi produksi semacam subdivisi dari produksi , yang bertugas menganalisa dan Improvement sistem produksi dan engineering. Nama bagian ini “Technical” ( semacam R&D ), isinya orang-orang yang punya skill, knowledge, dan pendidikan diatas rata-rata. Bagian “Technical” inilah yang mensuport dan secara tidak langsung berperan besar dalam mendesign produksi.

Bagaimana dengan manufacturing kita? Tidak jarang ungkapan “ Men Behind Gun “ menjadi pembenaran untuk menutupi keterbatasan investasi dibidang teknologi, dengan kata lain “yang terpenting itu orangnya“, meskipun kita juga ada R&D, support untuk proses produksi belum benar-benar terasa, dibeberapa perusahaan, saya jumpai lingkup kerja R&D masih terbatas, misal design dan re-design, menguji spec produk baru, menguji material baru, atau melakukan Work Study skala terbatas . Berbeda dengan di Jepang, lantai produksi manufacturing Indonesia begitu banyak “ orang-orang pintar “ yang bertebaran, tetapi prosentase orang pintar ini tidak begitu saja berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas. Kadang kita menemui perusahaan manufacture yang berdiri lebih dari 15 tahun, dilihat dari sisi penguasaan pasar, kok perkembangannya masih begitu-begitu saja .
Dalam hati saya setuju dengan pendapat Ogawa San ( tapi sengaja tidak saya utarakan …gengsi donk ), dengan berfokus pada pengembangan teknologi, otomatis akan diikuti oleh peningkatan kinerja bagian produksi.

MENINGKATKAN KINERJA PRODUKSI

Di artikel yang sudah saya posting, mengenai sejarah perkembangan management produksi dan operasi. Awal mula industrialisasi dunia berawal dari penemuan mesin-mesin bertenaga uap, mesin-mesin tekstil, yang mendorong terjadinya Revolusi Industri di Inggris.
Kuncinya … mesin…teknologi
Kinerja produksi akan baik jika didukung oleh mesin-mesin yang dalam kondisi terbaik.

Jangan membayangkan teknologi yang saya maksud ini, seperti aplikasi teknologi di Jepang, teknologi yang saya maksud yaitu teknologi yang identik dengan teknologi mesin.
Dengan kata lain, kita memudahkan aktivitas produksi, menjamin quality, dan meningkatkan produktivitas dengan mengoptimalkan jaminan kinerja mesin-mesin produksi. Optimalisasi kinerja mesin tentunya harus didukung oleh struktur engineering yang kuat, termasuk didalamnya SDM yang berkualitas, dan penerapan management pemeliharaan yang baik . Sistem seperti ini sudah sangat mencukupi untuk mempertahankan tingkat produktivitas ( stabilitas ) jika menginginkan peningkatan, tinggal tambah sub divisi engineering yang terdiri dari orang-orang multi skill ( elektrik, mekanik, instrumentasi ) memiliki pengetahuan statistik, dan analitical thinking yang tajam dan memiliki visi, apapun nama dari sub divisi ini, entah itu “ Development “ atau “ Improvement “ atau “ Technical “, yang penting, tugas pokoknya : menggali informasi-informasi mengenai kinerja mesin dan orang, menganalisa, dan merekomendasikan usulan – usulan perbaikan mengenai metode kerja dan modifikasi mesin untuk peningkatan efisiensi, dll.

Idealnya Produksi dan engineering ini berada didalam satu rumah dimana secara defacto engineering berada sedikit diatas produksi. Jauh lebih baik Kepala bagian Engineering juga membawahi bagian Produksi.
Jika anda ingin menerapkan Total Productive Maintenance ( bagian produksi/operator dilibatkan dalam aktivitas perawatan dan perbaikan yang terkendali ) , Sistem yang saya sampaikan diatas akan memberi dasar yang sangat kuat.

Ditingkat Section, Th. 2006-2008 saya menerapkan sistem seperti ini, hasilnya melebihi ekspektasi saya, disamping tidak lagi memerlukan kepala shift secara struktural ( karena kontrol menjadi lebih mudah ), kinerja mesin menjadi stabil, down time mesin sangat rendah, efeknya meski kondisi order high seasion, personel-personel dibagian engineering memiliki banyak waktu luang untuk analisa dan improvement, hasilnya: Produktivitas mesin tinggi, aktivitas modifikasi mesin untuk meningkatkan efisiensi, re-design metode-metode kerja diproduksi, hingga rancang bangun mesin untuk mempermudah proses.

Ditingkat Departemen, mulai awal tahun ini saya dalam tahap membangun sistem. Dengan konsep yang sama tentunya, yaitu meningkatkan produktivitas melalui engineering.

Mudah – mudahan ini semua bermanfaat … Good Luck

Senin, 26 Januari 2009

Papan Informasi yang Berhasil


Dalam artikel berikut saya akan mengangkat topik mengenai salah satu bentuk Visual Control dalam manufacture. Atau anda pernah mendengar mengenai “Glass Wall Management “ , definisi bebasnya kurang lebih sebagai berikut, Teknik Pengendalian produksi yang mengutamakan transparansi data yang menunjukkan level pencapaian target organisasi dalam periode tertentu.

Saya menyebutnya sebagai PAPAN INFORMASI atau Information Board .
Papan Informasi ini bisa berisi, antara lain ;
1. Record produksi mesin
2. Record produksi operator
3. History of Critical Spare Part’s Replacement ( Data penggantian Spare part kritis)
4. History Preventive maintenance ( Inspection, Lubrication, Overhoul )
5. Quality Performance ( Claim, Product Reject )
6. Patroli Finding ( Patroly 5R, K3, ISO Sistem, dll )
7. Achievment of Delivery
8. Achievement of Lead Time
9. Informasi kecelakaan kerja

Tentunya masing-masing perusahaan memiliki objective yang berbeda-beda, saya yakin masih banyak objective-objective selain sembilan hal yang saya sebut diatas. Dengan adanya Papan Informasi ini, implementasi konsep PDCA sebagai budaya kerja organisasi akan semakin optimal. Dengan syarat, Papan Informasi ini berhasil.



PAPAN INFORMASI YANG BERHASIL

Saya pernah menjumpai Papan Informasi di suatu lantai produksi disebuah perusahaan, saya sebut saya Perusahaan A. Secara Artistik, Papan Informasi ini didesain begitu baik. Objective beserta Achievment tergambar melalui grafik-grafik dengan menggunakan kertas A3 full color. lokasinya dipinggir jalur jalan utama yang biasa dilewati oleh tamu. Kebetulan data yang terpampang periodenya monthly/bulanan.
Dari beberapa sumber ( Operator, Ka. Regu, Ka.Shift, Ka. Seksi ) menyatakan tidak mendapat manfaat berarti, dari data –data ini. Sebelum membahas erlalu jauh, bukan seperti ini Papan Informasi yang saya maksud. Informasi – informasi ini lebih berupa gambaran ( deskriptif ) umum mengenai kinerja yang cenderung digunakan untuk orang diluar organisasi.

Papan Informasi dikatakan berhasil jika data–data yang ada didalamnya benar–benar dibutuhkan oleh pelaksana ( Operator, Worker, Petugas Perbaikan ) dan controler ( Supervisor, manager ) untuk mengukur kinerja baik secara individu maupun sebagai tim kerja. Saya menggunakan kata “ dibutuhkan”, yang berarti kedudukan data –data ini setara dengan mesin itu sendiri.

Sebagi orang manufacture, kita biasa mengenal 5 Faktor produksi, yaitu : manusia, metode, mesin,material, lingkungan. Namun dari pengalaman, belum cukup jika kontrol kita hanya didasarkan pada 5 faktor ini. Satu faktor lagi yang saya anggap sangat penting, yaitu “ Faktor Informasi “ .

Begitu pentingnya peranan Papan Informasi sebagai bagian dari sistem inforamsi perusahaan, sampai saya berfikir , diperlukan stategi dalam implementasinya.
Perhatikan gambar berikut.





Untuk memperbesar tingkat keberhasilannya, ada 3 Elemen dan 4 Aktivitas dalam strategi implementasi Papan Informasi ini.
Pertama, 3 elemen dalam implementasi :
1. Pelaksana ( Operator, Worker, Petugas Perbaikan ) yang berperan sebagai pemberi data ( input )
2. Papan Informasi / Board, yang formatnya didesain begitu rupa agar dapat menggambarkan dengan jelas mengenai objective, dan pencapaian secara individu ( Record Produksi Mesin ) maupun secara Tim ( data Delivery, lead Time, Patroly Finding, Info Kecelakaan kerja, Criticl Spare Part Replacement, dll ) .
3. Controler ( Supervisor, Chief ), yang menggunakan informasi-informasi ini sebagai dasar untuk indikator, analisa peformance, dan evaluasi performance baik secara individu maupun Tim. Beberapa perusahaan menggunakan achievement ini sebagai dasar penilaian yang terkait dengan prestasi dan sistem penggajian. (Management By Objective ).

Kedua, 4 aktivitas dalam implementasi :
1. INPUT, yaitu aktivitas suplay data dengan format / design yang telah ditentukan
2. MONITOR, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pelaksana ( operasional ) untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kerjanya, sesuai tingkatan periode pengumpulan data, misal untuk monitoring record produksi ada yang berupa , pertama, Daily Record ( Sebenarnya masing-masing operator sudah mengetahui berapa target dan pencapaian kerjanya, difase ini melihat papan lebih dimaksudkan melihat pencapaian orang lain yang digunakan sebagai bahan perbandingan ), kedua, Weekly Record ( Digunakan untuk melihat accumulasi pencapaian selama seminggu, lalu merencanakan apa yang harus dilakukan minggu depan ), ketiga, Monthly Record ( digunakan untuk melihat hasil akhir selama sebulan, biasanya pencapaian perbulan inilah yang digunakan sebagai dasar penilaian dan evaluasi oleh Controler )
3. APPRAISE, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh controler/Chief ( Supervisor, Manager ) untuk memperoleh informasi mengenai performace individu maupun tim. Data-data yang diperoleh digunakan sebagai bahan evaluasi, atau dasar penilaian kinerja yang berhubungan dengan penilaian prestasi dan sistem penggajian.
4. EVALUATE, yaitu aktivitas dua arah, antara pelaksana dan controller. Controller melakukan evaluasi hasil kerja, sedangkan pelaksana memberikan feedback . Evaluasi dan Feed back merupakan tahapan yang vital yang justru sering terlewatkan. Terutama untuk merencanakan strategi kerja individu dan organisasi diwaktu yang akan datang.

Jika keempat aktivitas ini dilaksanakan, saya sangat yakin keberadaan papan informasi ini akan menjadi semacam kebutuhan, jika aktivitas input dilakukan sendiri oleh bagian operasional / pelaksana. Sistem ini akan membentuk sebuah Close Loop ( Siklus Tertutup), sebagaimana kita tahu, apapun sistemnya jika membentuk sebuah close loop, akan variabel-variabel yang mempengaruhi lebih terbatas dan terkendali, sehingga selama tidak ada faktor eksternal yang sifatnya ekstrem, sistem akan berjalan dengan sendirinya.

manufacture

Selasa, 20 Januari 2009

Fear Management




“ ... Hampir empat kali enam puluh menit lamanya saya telah berdiri tegak, terjepit, tertopang oleh lautan manusia. Akan terbalaskah jerih payah saya ? Tetapi sekonyong-konyong berkumandang di luar tiupan beratur-ratus selompret. Lampu listrik dalam ruangan rapat padam dengan serentak, sedangkan dari atas menyorot beberapa biasancahaya kearah sebuah pintu yang sama tinggi letaknya dengan serambi tempat duduk dibawah sekali. Sebuah lampu sorot menyinari seorang laki-laki kecil, berpakaian coklat, kepala buka dan wajah tersenyum berseri-seri . Empat puluh ribu orang, empat puluh ribu tangan bangkit dengan serentak. Orang kecil tadi maju lambat – lambat sambil memberi salam dengan melambaikan tangannya perlahan-lahan seperti seorang uskup disambut oleh hadirin dengan seruan yang gemuruh dan berirama ; Heil Hitler! Sekarang saya dengar tak lain daripada sorak sorai orang-orang yang berdiri dekat saya, diiringi bunyi tepuk tangan yang memecahkan anak telinga.
Sambil melangkah lambat-lambat dan menyambut penghormatan yang diberikan kepadanya oleh para hadirin, berjalan ia selangkah demi selangkah, melalui sebuah jembatan kecil kearah mimbar yang sengaja disediakan untuknya. Perjalanan ke tempat duduknya memakan waktu lama sekali, tak kurang dari enam menit. ……Mereka berteriak bersama-sama secara berirama dan mengarahkan mata ke titik cahaya, kepada wajah yang tersenyum berseri-seri itu. Maka bercucuranlah air mata orang-orang itu dalam gelap. Sekonyong-konyong diam ( tetapi diluar kembali bergemuruh suara lautan manusia ). Laki –laki kecil telah menjulurkan tangannya kedepan sebagai suatu isyarat yang tegas, ia menengadah kelangit – dan dari serambi bawah berkumandang ke angkasa lagu “ Horst Wessel “
Barulah saya mengerti. Hal ini tak dapat lagi dipahami jika tidak disertai perasaan ngeri dan denyutan jantung yang berdebar, sedangkan alam pikiran masih tetap sadar. Perasaan saya pada ketika itu ialah apa yang dinamakan orang kekaguman yang mempesona …”
Denis de Rougemont dalam bukunya Journal de Allemange

Ini salah satu bentuk sugesti massa,

yang menekankan rangsangan-rangsangan emosional dengan mengurangi kemampuan berpikir. Terlepas dari peranan ahli propagandanya, yaitu Dr. Goebbels, sepak terjang Hitler dan kekejamannya melampaui batas berpikir dimasa itu (Genosida dan Invasi ke Inggris dan Rusia) telah menjadikannya sosok yang sangat menakutkan sekaligus berkharisma dan mengagumkan.


Kembali ke kondisi manufature kita saat ini .....
Sebagai leader, mulai dari Grup Leader, Supervisor, Manager , dari kepala ditingkat bawah sampai atas, pernahkah anda melihat atau bahkan mengalami hal-hal seperti berikut ;
Anda merasa tidak mendapat respect dari bawahan, instruksi yang tidak dijalankan, bawahan apriori terhadap anda
Pokoknya anda seperti kehilangan kendali atas bawahan.
Anda tidak merasa atau tidak pernah menemui seperti yang diatas ? OK, saya beri contoh lain, misal : segala bentuk inkonsistensi pelaksanaan prosedur kerja, tidak peduli pada quality, produktivitas kerja saat over Time selalu lebih tinggi dibanding jam kerja biasa, bawahan yang bisa lebih galak dari anda sebagai atasan, tidak menghargai jam kerja, dan lain-lain . Mau dibilang seperti apa, intinya sama, ini pertanda anda mulai kehilangan kendali.


Apakah anda mulai melihat titik temu antara cerita saya, dengan “cerita” Denis de Rougemont ? sekedar mengingatkan, baca kutipan berikut.
“ Perasaan ngeri dan denyutan jantung yang berdebar sedangkan alam pikiran masih tetap sadar … kekaguman yang mempesona “ .
Bagaimana jika perasaan seperti ini, kita explore, untuk dapat mengendalikan orang-orang disekitar atau bwahan kita .




Fear Management …. barangkali anda baru dengar istilah ini. Artinya, Seni mengendalikan orang lain dengan memberikan rasa takut “ .
Apakah rasa takut itu ? Dalam bukunya “ Trading Zone “ Mark Douglas mengatakan rasa takut adalah sebagai “ Sebuah emosi yang kuat yang disebabkan oleh antisipasi dari adanya bahaya, hal tersebut menimbulkan rasa gelisah dan kehilangan keberanian”.
Saat anda merasa takut, reaksi psikologis anda sesungguhnya membantu memobilisasi tubuh anda untuk bereaksi terhadap bahaya itu. Oleh karena itu, bila anda melihat seekor anjing galak, anda akan berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri agar tidak digigit. Atau karena kengerian membayangkan Big Boss marah, laporan kerja yang biasanya rampung seminggu, selesai dalam semalam. Hal – hal yang sulit dilakukan dikondisi normal, justru menjadi begitu mudah saat kita berada dibawah tekanan “ rasa takut “. Rasa takut bukan merupakan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan namun keduanya bernilai, bermanfaat, dan adaptif bagi kehidupan manusia .
Fear Management tidak berarti menggunakan legalitas sebagai kepala/leader untuk menyebarkan rasa takut dengan ancaman, teror yang menempatkannya sebagai subyek dan bawahan sebagai obyek. Misal Manager yang hobinya marah-marah ( padahal nggak ada alasan untuk marah ), Supervisor yang kelakuannya seperti “preman pasar” dikit-dikit ngancam inilah … itulah.
Fear Management yang saya maksud lebih ke “strategi “ mengendalikan aktivitas bawahan, bukan mengandalkan pikiran / intelegensi mereka, tapi lebih melalui emosi, dengan memanfaatkan segala sesuatu yang terjadi yang memiliki dampak yang sangat tidak diharapkan pada setiap individu.

Seperti pada 4 contoh kasus berikut :
1. Kebijakan pemotongan gaji, yang betujuan agar perusahaan tetap bertahan dan menghindari opsi pemutusan hubungan kerja .
2. Memberikan ilustrasi dengan gambar atau video mengenai kecelakaan-kecelakaan kerja yang “ mengerikan” , saat implementasi sistem K3 pada karyawan.
3. Memberikan sanksi tegas untuk semua jenis pelanggaran dan bagi siapapun yang melanggar, dengan mengilustrasikannya sebagai “kanker” yang bisa merusak seluruh sistem, dan anda sebagai dokternya. Situasi ini akan menempatkan si pelanggar seperti nila dalam susu. Perasaan takut tidak diterima oleh kelompok akan mengakibatkan hilangnya keberanian untuk melakukan pelanggaran (dengan sengaja). Penerapan dengan konsisten dapat merangsang munculnya budaya tertib dan disiplin secara kolektiv.
4. Kebijakan Grade Down ( turunnya level ) untuk merangsang kinerja positif karyawan. Efek dari Grade Down ini yaitu malu. Supaya tidak malu, karyawan akan bekerja keras untuk meningkatkan skill dan knowledge agar teap bisa bersaing. Misal peningkatan terhadap penguasaan komputer, pemahaman sistem, peningkatan teknik & metode perbaikan, dll .


Menerapkannya tdiak terlalu sulit, cukup ikuti langkah –langkah berikut :
1. Sampaikan inti dan latar belakang permasalahannya (dengan serius)
2. Jelaskan segala dampaknya, baik untuk kolektiv maupun individu
3. Jika terkait dengan sistem kerja ( prosedure, methode ) buat mekanisme punishment-nya ( sanksi )
4. Lakukan langkah ke-3 jika terjadi pelanggaran prosedure / methode kerja , tidak terkecuali pada anda sendiri.


Faktor lingkungan, tingkat pendidikan, dan budaya yang tidak siap memasuki era industri. Membuat pekerja kita resisten, dan masih menganggap aneh sistem-sistem yang mengutamakan metodologi ilmiah ( Scientific management ). Sehingga tidak heran jika penerapan ISO, OHSAS, K3, SigSigma, GKM, QCC, 5R, TPM, dan sistem-sistem lain hanya bermain dipermukaan .
Kenapa tidak coba terapkan Fear Management untuk jalankan sistem-sistem seperti diatas. Dari pengalaman, pekerja – pekerja kita (terutama di level bawah) sebagian besar cenderung mengedepankan emosi (perasaan) dari pada kekuatan pikiran. Dengan kata lain, lebih melihat sesuatu dari sisi “enak“ atau “nggak enak” bukannya “ tepat” atau “tidak tepat” .

manufacture

Minggu, 11 Januari 2009

Supervisor Yang Berhasil



Tinggalkan dulu buku-buku panduan atau Modul Trainning anda mengenai “Supervisory Skill “. Tidak bermaksud mengecilkan, kenyataannya sebagian besar buku-buku ini terlalu bermain diatas, mengambang , tak ubahnya seperti modul-modul kuliah-an, yang masih jauh dari kondisi real dilapangan, terutama jika kita bicara Industri Manufacture di Indonesia.
Sebagai praktisi, saya ingin membagi sesuatu yang mudah-mudahan dapat bermanfat bagi perkembangan manufacture, terutama untuk level supervisi atau penyelia.

Sebelumnya, mari kita lihat peranan supervisor dalam struktur organisasi perusahaan manufacture pada umumnya .




Peran Supervisor sebagai “ buffer “ ( penyangga ) antara atasan ( Manager ) dan bawahan ( worker ).
Artinya kita harus memuaskan atasan dan juga bawahan dalam konteks pekerjaan. Dapat juga diartikan sebagai penyerap tekanan dari atas ( Shock absorber ) untuk kemudian diturunkan dengan smooth ke bawah. Sehingga apapun kebijakan yang diambil ditingkat atas, Supervisor mampu mengkomunikasikan ke bawahan, sehingga latar belakang, tujuan, dan manfaat kebijakan dapat dilihat dengan sangat jelas oleh pekerja ditingkat bawah.

Saya menganalogikan peran ini, seperti fungsi shock absorber di kendaraan, beban dari atas seberapun besarnya akan diredam agar tidak menimbulkan beban kejut, pada sistem roda penggerak. Begitupun sebaliknya jika kendaraan melewati jalan bergelombang, Shock absorber akan meredam beban kejut tadi dan mendistribusikannya dengan smooth keseluruh body kendaraan. Dengan kata lain, ditekan dari atas dan didorong dari bawah.


SUPERVISOR SEBAGAI BUFFER

Agustus 1991, tejadi demonstrasi pekerja dalam skala besar di Tangerang, bahkan yang terbesar pertama di Tangerang, sejak era order baru. 14 Ribu karyawan PT. Gajah Tunggal turun kejalan, menuntut peningkatan upah. Beberapa bangunan dirusak, belum termasuk kerugian perusahaan karena stop produksi.

Oktober 1998, saya bergabung sebagai karyawan di perusahaan ini, tepatnya di bagian Engineering-Plant A ( Tire Division ). PT. Gajah Tunggal,tbk terdiri dari beberapa Plant, yang produksinya terkait dengan rubber ( mulai dari Konvensional tyre, Radial Tyre, Motor Cycle Tyre, Tube, dan Conveyor ). Plant A, merupakan salah satu pabrik yang terlama di kawasan Industri Gajah tunggal. Masih berhubungan dengan demo buruh 1991, saya bisa mendengar langsung dari para pelakunya.

Pada awal berdirinya pabrik Gajah Tunggal ditangerang, banyak karyawan yang direkrut dari luar Tangerang. Tidak ada seleksi ketat yang terlalu mempertimbangkan latar belakang pendidikan, skill, kompetensi, atau syarat-syarat lain seperti sekarang. Perkembangan industri manufacture nasional yang sangat pesat memasuki era 80 an, telah menyerap “ dengan membabi buta “ banyak tenaga kerja. Petani, anak muda pengangguran, jawara – jawara kampung, bahkan ada juga yang berbakat kriminal bisa lolos tes masuk dengan mudah. Dari beberapa sumber yang dapat dipercaya, ini salah satu faktor penyebab demonstrasi 1991, Beraneka ragamnya latar belakang sosial, menjadikan pekerja-pekeja ini sulit untuk dikendalikan tentunya disamping Permasalahan ekonomi yang dengan jelas menjadi faktor utama. Tapi melihat begitu stabilnya tingkat kendali keamanan saat Order Baru, kejadian ini tergolong luar biasa, perlu orang – orang berani & nekad untuk dapat melakukannya. Seperti saya sampaikan diawal, Sejak berdirinya, Gajah tunggal telah memiliki potensi ini.

Memasuki Tahun 1999, terjadi krisis ekonomi yang berimbas negatif kebisnis. Akhirnya perusahaan mengeluarkan kebijakan yang “tidak biasa:” diantaranya mengenai kenaikan upah. Tingkat kenaikan upah ditahun ini, sangat tidak sesuai dengan kondisi ekonomi, waktu itu saya juga merasakan ketidak sesuaian ini. Beberapa Plant yang lain ( boleh dibilang saudara muda, karena berdiri setelah Plant A ) merencanakan demonstrasi jika tuntutan kenaikan upah yang layak, tidak disetujui perusahaan. Saya langsung teringat 1991 … apakah kejadian ini akan terulang ?

Tapi sesuatu yang luar biasa terjadi. Dimotori para supervisor-supervisor, karyawan plant A memberikan opini kontra. Setengah tidak percaya, saya melihat orang-orang yang dengan berani dan sukarela bersama-sama untuk mendukung kebijakan perusahaan. Karena memiliki jumlah karyawan yang besar, dukungan ini sangat signifikan untuk meredam gejolak yang saat itu berpotensi menjadi demo besar yang destruktif.

Dalam hal mengendalikan massa, supervisor-supervisor inilah guru besar saya. Plant A memiliki jenjang karir yang sangat … sangat … sangat sulit. Dengan latar belakang sosial, budaya, dan potensi konflik, jika ingin meniti jenjang karir tidak hanya skill dan knowledge lebih ( Point 1 ) , dia harus dihormati, disegani, dan diikuti bawahan.Harus bisa menyenangkan atasan ( Point 2 ). Diluar itu … harus sabar menunggu, untuk bisa sabar, hilangkan pikiran untuk pindah kerja ( Point 3 ).

Supervisor-supervisor ini telah menjalankan peranannya sebagai buffer dengan begitu baik. Setelah saya pelajari dan analisa, kondisi-kondisi seperti ini ternyata bisa dipelajari, dan dibentuk, bukan faktor alam, bakat atau apapun yang sifatnya “given” apalagi nasib.

Kecuali Point 3 , Saya akan membagi resepnya untuk anda :

RESEP PERTAMA
Miliki Skill dan Pengetahuan (knowledge ) diatas rata-rata, terutama di fungsi-fungsi vital. Dengan bahasa lain, kalau organisasi diibaratkan mesin, tentukan apakah anda akan menjadi motor atau bautnya. Contohnya sbb;
Irwan pintar Las/Welding, Yoli pintar drawing, Katman pintar electric, Erwin pintar pemrograman PLC ( instrumentasi ), Andi cekatan saat mengerjakan hal-hal mekanis, orang terkhir yaitu Joni bisa las, bisa drawing, mengerti electric dan logika pemrograman ( bisa berarti skill masih rata-rata ) tapi Joni ini pintar menganalisa permasalahan dan membreakdown problem ke masalah yang lebih spesifik, apakah problem mekanis, electric atau instrumentasi. Dalam beberapa case dia terlihat seperti mengkoordinasi bagian-bagian lain untuk menyelesaikan suatu problem.
Kuncinya, anda tidak perlu pintar disemua bidang. Tapi berusahalah untuk belajar menguasainya. Setelah itu jadilah pintar atau bahkan “ sangat pintar “ di satu bidang yang membuat anda “lebih terlihat” dibanding yang lainnya. Mencari bidang ini tidak sulit, karena justru karena sulit, mayoritas orang tidak mau memasukinya. Karena untuk menguasainya, orang diharuskan banyak belajar, selalu mencoba hal baru , berani mengambil resiko, dan lebih mengandalkan kekuatan pikiran/otak dari pada fisik.

RESEP KEDUA
Miliki kebijaksanaan seorang Pemimpin.
Kadang saya berfikir, tugas utama supervisor itu sebenarnya bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menjalankan sistem dan prosedur kerja secara benar, dengan kata lain, supervisor harus bisa mengoptimalkan semua resources atau sumber daya yang dimiliki, entah itu mesin maupun manusia. Untuk menggerakkan resources ini, diperlukan pengatur, pengarah, dan pengendali agar segala sesuatunya tetap berjalan diatas rel. bahkan meningkatkannya.
Jadi sebagai pemimpin, supervisor harus memiliki 2 hal penting diatas. Pertama menjaga segala sesuatu berjalan dengan benar, Kedua meningkatkan performa organisasi.

Untuk dapat memenuhi hal pertama, supervisor harus dapat mengendalikan bawahan secara total ( Total Control ) meminimalkan resistensi dan penolakan , anda juga harus mendapat respek dan dukungan dari bawahan anda, tidak peduli apakah langkah anda benar atau salah.
Untuk mendapatkannya, baca uraian berikut :
1. Jika ada ketidak sesuaian,
jangan meluapkan emosi berlebihan dengan marah. Ini menunjukkan kalau anda orang yang tidak bisa mengendalikan diri. Bisa dipastikan mereka akan meragukan kemampuan anda untuk mengendalikan orang lain.
2.
Jangan menjadikan bawahan anda sebagai kambing hitam, tanggung kesalahan mereka sebagai kesalahan anda sebagai pempinan.
3.
Jangan menjadikan atasan anda sebagai kambing hitam, misal jika ada kebijakan-kebijakan yang “tidak menyenangkan” karyawan. Pelajari dan temukan substansi masalahnya, lalu pakailah kata “ kami ” saat sosialisasi kebawahan. Pastikan mereka mengerti, memahami, jauh lebih baik jika mereka menyetujuinya. Jika tidak, paling jauh efek negatifnya, anda akan menjadi sasaran kekesalan dan kemarahan. Tapi lihat sisi positifnya, tindakan anda berarti memposisikan diri sebagai wakil perusahaan. Jika anda bisa mengendalikan situasi, manager akan melihat anda sebagai “orang yang dapat diandalkan “ .
4.
Kuasai bidang kerja anda agar tidak tampak bodoh didepan orang banyak. Jangan jadikan anda titik lemah diorganisasi. Itu akan memalukan dimata bawahan.
5.
Tingkatkan kemampuan komunikasi anda, manusia tidak hanya dianugerahi telinga atau mata untuk mendengar dan membaca perintah. Mereka juga memiliki hati yang akan menentukan apakah orang itu akan bekerja dibawah standar, rata-rata, atau luar biasa. Setiap anda menyampaikan sesuatu, pastikan mereka mengerti, memahami, dan setuju dengan yang anda inginkan.
6. Jangan takut untuk
bersikap adil, bersikap adil memerlukan keberanian ekstra. Ketakutan akan kemungkinan adanya pembalasan, melukai hubungan pertemanan dan persaudaraan, tidak populer dibeberapa kelompok ( biasanya dilingkungan pabrik, ada faksi atau kelompok-kelompok yang terbentuk berdasarkan kesamaan asal daerah, ideologi, gaya kerja, bidang kerja, dan lain-lain, yang menurut saya, ini konyol dan sangat tidak perlu ).
Jika sanksi ini diberikan berdasarkan pertimbangan objective, dan disampaikan dengan jelas ( mengerti, memahami, dan menyetujui ) anda tidak perlu khawatir kondisi tidak menyenangkan ini akan terjadi, sebaliknya bawahan anda akan sangat menghormati anda .
( Pandailah menjaga jarak dengan bawahan anda. Ini pernah saya terapkan selama bekerja di PT.YKK Zipper Indonesia. Saya sangat membatasi aktivitas-aktivitas non perusahaan yang bersifat “ pertemanan “, seperti mancing bersama, touring, dll. Ini saya lakukan agar tidak terpengaruh dengan faktor subyektifitas, saat mengambil keputusan apapun ).

7. Jika anda ingin melihat bawahan memberikan sesuatu yang lebih bagi perusahaan, misal ; ide, jam kerja lebih dari normal, atau hal-hal lain, anda terlebih dahulu harus
menunjukkan pengorbanan, jangan perhitungan dengan jam kerja, maksud saya jangan selalu mengajukan kompensasi jam lembur, jika bekerja lewat jam kerja normal. Satu lagi, jangan menggambarkan diri anda sebagai orang yang pelit dan sangat perhitungan dengan uang.
8. Jika anda memiliki kelebihan dalam hal
skill atau pengetahuan, ajarkan pada bawahan anda, dan pastikan mereka bisa memilikinya. Saya tidak tahu kenapa … meski sudah 7 tahun tidak bekerja di PT.Gajah Tunggal, saya sangat menghormati orang – orang yang telah ajarkan berbagai teknik kerja, metode analisa, teknologi permesinan, dll . Jika saya masih beekrja diperusahaan ini, saya akan mendukung mereka sepenuhnya. Nah … jadikan semua orang pendukung anda.

RESEP KETIGA
Munculkan ide – ide kreatif untuk meningkatkan performance organisasi. Ide – ide ini muncul jika anda memiliki visi dalam bekerja.
Visi yaitu apa yang ingin ada capai
Misi yaitu dengan cara apa anda mencapainya
Jika bisa mengkomunikasikan ide ini dengan baik pada atasan – atasan anda, berarti sama dengan anda telah membuat satu pijakan anak tangga untuk atasan anda supaya bisa naik lebih tinggi. Jika ide-ide ini bermunculan terus, anda akan memposisikan sebagai “ orang yang inovativ “ yang sangat menyenangkan bagi siapapun yang menjadi atasan anda. Saat ini mungkin manager yang menjadi atasan anda, tidak menutup kemungkinan anda akan berada langsung dibawah Top Management, jika sampai diposisi ini, tinggal menunggu waktu saja memasuki jajaran Top Management. Tapi harus diingat … semua ini harus dimulai dari sekarang.

Resep Pertama dan Kedua merupakan cara bagaimana menjadi seorang Supervisor yang baik. Resep ketiga merupakan cara bagaimana memperbaiki karir seorang Supervisor.

Jika anda memandang bekerja dipabrik suatu profesi, kerjakanlah itu dengan profesional. Seperti pada “lampiran gambar” di awal artikel ini, Jenjang karir bak dongeng sperti ini bukanlah suatu yang mustahil. Dari Worker, Supervisor, Manager, sampai menjadi Top Management. Saat saya bekerja di PT. YKK Zipper Indonesia ( 2002 – 2008 ), saya melihat kisah seperti ini benar-benar nyata.

Semoga sukses…






Selasa, 06 Januari 2009

a Guidance to Practice 5S

Introduction
Good 5S will improves quality, cost, safety, the customer experience, and morale. It is easily applied to any business and any process, by anyone. There are many reasons to begin your Lean journey with 5S:
• It can be done today
• Everyone can participate
• Waste is made visible
• Has a wide area of impact

  1. Improves set up times


  2. Improves quality

  3. Improves safety

  4. Improves morale

  5. Improves productivity

S1 (Seiri)
Ringkas / Pemisahan

Seiri secara langsung berarti mengatur segala sesuatu dengan rapi.
Di tempat kerja banyak sekali benda yang seringkali dapat menyebabkan timibulnya gangguan operasional dalam bekerja, antara lain tentang keluhan setiap orang yang mengeluhkan sempitnya ruang kerja mereka karena terlalu banyak barang.

SEIRI berarti membedakan dengan jelas barang yang bermanfaat dari barang sisa sampah dan membuang barang yang tidak berguna
Menyimpan barang yang tidak berguna dapat menimbukan kerugian sebagai berikut:
Di tempat kerja yang sempit hal ini akan semakin menimbulkan kesan ruangan terasa lebih sempit dan kurang nyaman.
Penggunaan area kerja menjadi tidak produktif.
Rak dan lemari penyimpanan, penggunaannya tidak efisien.
Semakin kesulitan untuk membedakan mana barang yang dibutuhkan di tempat kerja dan mana yang tidak.
Menyimpan barang yang berlebihan bagaikan mempunyai banyak uang namun tidak tersimpan di bank (kehilangan bunga bank).
Membiarkan kondisi barang yang berkarat, rusak atau kuno sama saja dengan menghamburkan uang.
Mempunyai barang yang berlebihan dalam proses produksi dapat berdampak pada berbagai faktor seperti turunnya mutu, kerusakan mesin, keterlambatan bahan baku dan kerugian pada saat set-up mesin.
Mengalokasikan lebih banyak waktu dalam pemeriksaan inventaris akan meningkatkan pengeluaran dan menyebabkan reaksi berantai atas kerugian di masa depan.
Bagaimana mengetahui bahwa kita sebenarnya menyimpan barang yang tidak diperlukan / atau pun kita menyimpan barang secara berlebihan?
Cobalah untuk memeriksa sekeliling Anda di tempat berikut ini dan Anda akan menemukan barang yang melebihi kebutuhan.
Periksa Rak-rak
Periksa barang yang tidak dipakai dan tidak berguna
Cek barang lain selain barang yang sudah ditetapkan.
Rak paling atas dan bawah merupakan tempat utama menyimpan barang-barang ini.

Periksa Lemari dinding perkakas/laci/kabinet
Cek semua perkakas seperti palu, pemotong dan lain-lain.
Cek alat pengukur seperti kompas, jangka geser (vernier) dan meteran penunjuk (dial gauge).
Periksa barang pribadi yang biasanya tersimpan di sini, seperti majalah, komik kartun dan lain-lain.

Periksa Lantai, Lorong, Sudut
Bagian paling ujung atau sudut lantai merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian.
Cek alat berat yang tidak dipakai dan tidak berguna, trolley/kereta dorong.
Umumnya di antara barang produksi ada tumpukan bahan baku atau sisa material yang cenderung mengalami penurunan mutu.
Cek, di antara barang produksi yang tidak diketahui mutunya biasanya ditumpuk di tempat tersembunyi. Misalnya yang tersimpan di bawah conveyor, di bawah jendela, di bawah meja kerja dan di sekitar jalur jalan.

Periksa tempat pembuangan oli (oil bin), yaitu jenis pembuangan yang dilarang untuk digunakan di pabrik.
Cek penyimpanan suku cadang dan bahan baku:
Periksa suku cadang dan bahan baku yang selama bertahun-tahun tidak pernah dipindahkan dan berdebu, perlu diperhatikan.
Ada barang yang terjatuh dibelakang mesin atau menggelinding dibawahnya
Ada sejumlah suku cadang dan bahan tersisa yang tidak dipergunakan lagi
Bahan baku berserakan karena tidak menerapkan FIFO ( First In First Out )

Periksa di luar area kerja
· Lihat sekeliling pagar dan bagian luar bangunan
· Lihat pipa saluran limbah

Periksa Kantor (termasuk kantor yang terletak di dalam area kerja).
Cek rak, lemari dinding tempat dokumen dan lemari dinding tempat dokumen yang tidak dipakai.
Cek produk sample atau produk demo.

Periksa Tiang penopang dan dibawah tangga
· Berhubung remang-remang, Cenderung digunakan sebagai tempat menumpuk barang & tidak dibersihkan

Gudang penyimpanan & Gudang barang
· Tanpa ada yang memperhatikan, tempat ini cenderung seperti pasar loak

Tembok dan Papan Pengumuman
· Ada pengumuman yang telah lama dan tidak berlaku lagi
· Ada jadwal yang telah lama dan menguning
· Ada berbagai macam barang yang ditempelkan pada tembok / papan pengumuman


S2 (Seiton)
Rapi / Penataan

Menjaga kerapian barang bahkan pada saat tergesa-gesa sekali pun yang berarti kita harus selalu meletakkan barang di tempatnya sehingga jika diperlukan mendadak maka mudah dicari dan dapat langsung diperoleh dengan mudah untuk digunakan.
Rapikan tempat kerja Anda (SEIRI). Semua barang yang tidak berguna atau tidak sedang dipakai harus dibersihkan dan hanya menyisakan barang yang benar-benar bermanfaat di tempatnya. Walau pun telah merapikan tempat kerja masih saja muncul masalah tentang menyimpan barang yang saat ini masih dipakai. Apakah sistem penyimpanan sekarang cukup memadai dan apakah terjadi kecelakaan yang menimbulkan kerusakan saat digunakan? Apakah kita harus menghabiskan waktu untuk membereskan barang-barang ini?
SEITON berarti menemukan cara untuk menyimpan peralatan dengan menekankan pada aspek keamanan, mutu dan efektifitas.
“ A Place for Everything & Everything in its Place “
Mengapa kita harus menghabiskan waktu untuk “MENCARI”?
Kita mencari, jika banyak berserakan barang yang tidak berguna di sekeliling kita, yang menyebabkan kita harus mencari barang yang sedang diperlukan.
Tidak adanya tempat penyimpanan yang memadai.
Tidak adanya label penunjuk
Salah simpan

Prosedur mengeliminir tindakan “MENCARI” ini dapat dibagi menjadi 5 (lima) langkah sebagai berikut:
1. Buanglah segala sesuatu yang tidak berguna.
Ikuti fakta-fakta penting yang telah dijelaskan sebelumnya dalam topik “SEIRI”
2. Bersihkan rak-rak penyimpanan
Penggunaan ruang untuk rak dan tempat penyimpanan file yang telah ditetapkan dalam bagian “SEIRI” harus di-sub kelompok-kan kembali. Selain itu rak tambahan dibuat seminim mungkin dengan memper-timbangkan adanya kebutuhan dan pengaturan yang tepat.
3. Tentukan tempat penyimpanan.
Atur pertemuan untuk menentukan cara menyimpan yang mudah dan sederhana dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
Barang yang sering dipakai harus disimpan di dekat pengguna.
Barang yang sering dipakai harus disimpan di tempat setinggi antara bagian siku dan bahu.
Simpan barang dengan penggunaan yang sama pada tempat yang telah ditentukan misalnya obeng harus disimpan bersama dengan obeng, kumpulkan pada saat digunakan bagian-bagian yang diperlukan dari masing-masing tempat untuk dipasangkan.
4. Buatlah tanda yang menunjukkan tempat penyimpanan.
Mengapa kita perlu membuat tanda yang menunjukkan tempat penyimpanan?




Bayangkan Anda mencari koin pada sebuah laci di tempat penyimpanan koin yang tidak mempunyai nomor laci atau kamar pasien di rumah sakit besar yang tidak mempunyai nomor kamar yang Anda harus mengunjungi seorang sahabat di rumah sakit tersebut, dapat Anda bayangkan bagaimana jadinya.
Tanda tempat penyimpanan dapat dibagi menjadi 2 kategori (secara teknis kedua bagian ini penting). Kategori pertama tanda lokasi dan yang kedua adalah label peralatan.
Tanda Lokasi
Nomor rak dan nomor yang ada pada lantai menunjukkan tempat rak tersebut.
Ruang meeting, tempat parkir atau locker sebaiknya mempunyai nomor.
Kapan saja kita perlu mengambil sesuatu kita harus mengetahui di mana tempat penyimpanannya.
Cara penentuan nomor tanda lokasi.
Penentuan nomor haruslah sederhana dan tidak terlalu rumit sehingga setiap orang dapat mengingatnya dengan mudah. Misalnya rak yang saling berdekatan letaknya diberi nomor 1, 2, 3, … dimulai dari sisi kiri dan masing-masing rak harus diberi label dengan huruf A, B, C … secara berurutan secara vertical.
Label Peralatan
Sebuah symbol yang menunjukkan jenis peralatan akan diletakkan pada bagian rak di mana tempat rak itu berada.
Di rumah sakit nama pasien harus tertera di pintu kamar pasien tersebut; di tempat parkir mobil yang disewa untuk jangka panjang nomor plat mobil atau nama pemilik kendaraan harus tertera pada tempat pemilik tersebut memarkirkan mobilnya.
Mengapa kita membutuhkan label?
Para professional menyangsikan pendapat bahwa walau pun rak tidak diberi label namun apa pun yang terdapat di sana dapat menetapkan “seperti apa bentuknya” dan mengatakan apa isinya.
Peralatan yang telah dipakai harus dikembalikan ke tempat penyimpanannya secara konsisten.
Jika rak tersebut belum diberi label, tidakkah Anda pasti mengomel karena ada orang yang tidak menyimpannya di tempatnya kembali apa yang telah digunakan?


S3 (Seiso)
Resik / Pembersihan








1. Secara langsung kebersihan berarti “menyapu dan membersihkan dalam usaha merapikan tempat kerja”.
2. Area kerja tanpa sampah atau kotoran dapat menciptakan kondisi kerja yang lebih nyaman.
3. Menyeka dan mengelap adalah cara yang paling umum untuk memeriksa adanya kelalaian bekerja. Mesin dalam kondisi kotor dapat menimbulkan masalah lebih lanjut.
SEISO berarti menjaga tempat kerja dalam kondisi bersih dan rapi sepenuhnya tanpa sisa kotoran dan sampah yang berserakan.
Membersihkan lantai (menyapu, menghilangkan dan membersihkan kotoran).
Mengelilingi area kerja dengan perasaan nyaman.
Kebersihan lantai merupakan langkah pertama dalam membentuk hubungan yang baik dengan tempat kerja. Kondisi ini juga mempunyai efek yang besar sehingga setiap orang mau berada dan siap bekerja di sana.
Kondisi yang bersih dapat mempengaruhi manusia secara psikologis dengan membuat diri mereka merasa nyaman dan tidak merasa stress.
Menyadari pentingnya aspek kerapian, membersihkan lantai merupakan prioritas berikutnya sesudah membuang semua barang yang tidak berguna atau yang tidak diinginkan.


Langkah penting yang harus diikuti :
1. Bagi daerah menjadi beberapa bagian dan alokasikan tanggung jawab untuk tiap bagian
2. Tentukan apa yang dibersihkan, urutannya, dan kemudian kerjakan. Selain itu, setiap orang harus memahami pentingnya pembersihan sehingga sumber masalahnya dapat dianalisis. ( Check List kebesihan )
3. Persiapkan alat yang akan dipergunakan
4. Tentukan aturan yang harus ditaati supaya barang tampak seperti apa yang dikehendaki.



















S4 (Seiketsu)
Rawat / Pemantapan


Pemantapan/Standarisasi merupakan sebuah kegiatan di mana setiap orang harus berupaya mempertahankan kemajuan yang telah dicapai melalui S1, S2 dan S3. Pada waktu yang sama penerapan control visual (visual control photograph) sebagai sarana perbaikan juga dianggap sebagai standarisasi karena dapat membantu meningkatkan alat bantu visual guna memastikan implementasi bergerak ke arah yang benar. Karena itu, S4 dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:
1. Standarisasi untuk mempertahankan kestabilan S1, S2 dan S3.
2. Standarisasi melalui visualisasi sehingga implementasi berjalan dengan tepat dan memenuhi standar (control visual).
Standarisasi untuk mempertahankan 3 S yang pertama.
Langkah-langkah dalam standarisasi.
Dalam menetapkan standar, partisipasi seluruh kelompok kecil (small group) dalam organisasi diperlukan. Standar akan ditetapkan oleh masing-masing kelompok kecil sesudah menerapkan tiga S yang pertama atau mempunyai nilai lebih dari 80%. Masing-masing kelompok kecil akan menetapkan standar masing-masing kelompok yang akan dibahas dalam suatu diskusi. Peralatan, barang dan area dengan karakteristik sejenis harus mempunyai standar yang sama di mana selebihnya akan tetap statusnya dalam setiap kelompok kecil. Demikian juga masing-masing departemen harus menetapkan standar dan membahas perbaikan yang diperlukan melalui proses yang sama dengan kelompok kecil tersebut. Hal ini guna menetapkan standar ini, masing-masing kelompok kecil kemudian akan melakukan penyesuaian atau perbaikan untuk memenuhi standar organisasi.
1. Set standar area
2. Membahas standar yang ditetapkan oleh masing-masing small group dan memperbaiki perbedaan untuk memenuhi standar departemen.
3. Mengumpulkan standar departemen untuk dikembangkan sebagai standar bersama perusahaan.
4. Membuat perbaikan sehingga sesuai dengan standar baru yang ditetapkan oleh Administrator (standar perusahaan). Kemudian menerapkan
standar tersebut dalam kelompok.
Prinsip prinsip menetapkan standar.
1. Tetapkan standar pada area-area seperti lantai, tempat berjalan, dinding, langit-langit, pintu, jendela dan tirai.
2. Tetapkan standar juga pada objek atau peralatan yang digunakan di lokasi berbeda yang mungkin tidak dapat diterapkan, seperti di bagian kantor, toilet, bengkel kerja, tempat penyimpanan, mesin dan sebagainya.


Contoh 1 :
Peralatan yang memerlukan penetapan standar di dalam kantor:
1. Meja kerja.
2. Kursi
3. Lemari dinding dan tempat penyimpanan file
4. Papan tulis
5. Telepon
6. Mesin tik
7. Mesin fotokopi
8. Mesin fax
9. Rak-rak
10. Elektrikal, sinar lampu, stop kontak, konektor dan ceret.
11. Kipas angin
12. Pendingin udara (AC)
13. Gantungan kunci dan sebagainya.

Contoh 2:
Peralatan atau item yang memerlukan penetapan standar dalam sebuah area toilet.
1. Tempat cuci tangan.
2. Barang barang yang bersih
3. Kertas gulungan
4. Cermin
5. Pengering tangan/pengering angin.
6. Tempat sampah
7. Sabun dan sebagainya

Tabel pelaksanaan 5S
Masing-masing area kerja harus membuat satu table waktu 5S secara jelas yang mencakup jadwal penilaian, jadwal pembersih dan waktu Big Cleaning Day.
Selain menetapkan tabel pelaksanaan 5S, banyak organisasi juga mengubah jumlah jam dalam seminggu yang dihabiskan untuk mendorong keikutsertaan secara teratur.
Jadwal Audit 5S / Patroli 5 S
Untuk memotivasi dan mengukur hasil dari setiap perbaikan yang dilakukan, audit harus dilakukan setiap bulan dengan menetapkan tanggal untuk penilaian tersebut secara tahunan. Pembatalan dan penundaan tidak dapat diterima kecuali jika timbul masalah yang amat penting. Hal ini guna mencegah Karyawan mengabaikan pentingnya audit tersebut dan menghargai kegiatan 5S secara konsisten.
Menetapkan standar control visual
Di antara seluruh panca indra manusia, mata dianggap sebagai penerima sinyal terbaik sebelum pesan dipindahkan ke otak. Jadi, berbagai metode komunikasi diuji untuk memastikan metode visualisasi paling efektif yang akan diterapkan agar dapat memahami pesan cepat dan akurat. Di pabrik manufaktur, kemampuan untuk memahami dengan cepat cara pengoperasian mesin, dapat memastikan berkurangnya kerusakan yang akan terjadi. Inilah alasan utama mengapa kontrol visual dilakukan di pabrik manufaktur saat ini. Untuk gedung perkantoran kontrol visual akan membantu mengurangi waktu yang dihabiskan sia-sia untuk pencarian peralatan / barang yang tersimpan di suatu tempat. Dengan menerapkan kontrol visual seluruh organisasi akan meningkatkan kemampuanya untuk menghasilkan dan melakukan pengoperasian secara efektif dan efisien.

Jenis-jenis control visual
1. Label, baik simbol atau huruf, misalnya:
* Gunakan simbol stiker warna untuk menunjukkan kontrol minyak pelumas.
* Gunakan label/tanda saat menangani proses pekerjaan yang rumit.
* Gunakan tanda atau stiker untuk menunjukkan pemeriksaan peralatan dalam masa penilaian.
* Tanda yang menunjukkan suhu mesin.
* Gunakan tanda untuk menunjukkan tanggungjawab.
* Jenis tanda-tanda lainnya.














2. Batas control.
* Gunakan simbol yang menunjukkan status pengukuran seperti kondisi normal/ abnormal dan kondisi yang sebenarnya.
* Gunakan atau tunjukkan penggunaan symbol-simbol tertentu yang mengacu pada keadaan normal seperti Tanda Sesuai (Match Mark)
* Gunakan simbol seperti garis atau titik untuk mencari tempat penyimpanan.

3. Kepintaran visual
* Gunakan material yang transparan sehingga dapat melihat ke dalam mesin guna dapat memahami cara mesin beroperasi dengan lebih baik.
* Buat indikator yang menunjukkan kondisi mesin.
* Buat sebuah peta yang menyatakan area yang bermasalah atau lokasi yang harus diperlakukan secara hati-hati di pabrik.
* Ciptakan cara yang lebih efektif dan cepat dalam menelusuri tingkat penyimpanan peralatan.
Contoh:
Jenis kontrol visual yang berbeda:
1. Tanda atau symbol yang mengacu pada keselamatan.
2. Tanda atau symbol yang mencegah kesalahan penggunaan mesin.
3. Tanda atau symbol tempat penyimpanan peralatan.
4. Garis-garis yang menunjukkan wilayah atau pembagian area
5. Indikasi kondisi atau keadaan yang tidak biasa.
6. Label-label pada mesin, peralatan dan lokasi.
7. Gambaran prosedur alur kerja (Work flow process chart).
8. Tanda-tanda yang menunjukkan arah.


S5 (Shitsuke)
Rajin / Disiplin / Pembiasaan









Untuk melatih pekerja agar mengikuti kebiasaan kerja yang baik dan disiplin di tempat kerja secara ketat. Oleh karena itu 5S bertujuan mengelola S4 sehingga prosedur pelaksanaan dapat dilatih secara ketat. Segera sesudah tempat kerja dapat menyerap kebiasaan kerja tersebut, maka tujuan 5S akan tercapai.
Agar 5S dapat memberikan hasil memuaskan, factor factor berikut di bawah ini harus dapat terpenuhi:
1. Kemampuan membangun S4 (Penetapan standar) yaitu mampu untuk memperoleh kerjasama sepenuhnya dalam menetapkan standar dasar. Jadi, dengan menetapkan dasar yang kuat maka penerapan 5S akan dapat dilaksanakan dengan cara yang paling efektif.
2. Membuat Lembaran Pemeriksaan 5S Bulanan yang diambil dari prosedur standar yang telah ditetapkan dalam S4.
3. Melakukan revisi 5S secara ketat setiap bulan dengan merencanakan jadwal tahunan berupa tanggal, waktu, area dan pemeriksa untuk melakukan penilaian (audit). Jangan lakukan pembatalan atau penundaan dan kunjungan kecuali jika kondisi yang amat tidak biasa terjadi.
4. Melakukan pertemuan bulanan small group, departemen dan organisasi. Pertemuan ini akan memastikan kembali bahwa kegiatan tersebut berjalan lancar karena masalah-masalah yang dapat diprediksi terbuka untuk dibahas yang mencakup brainstorming kelompok dalam menangani masalah, sehingga mengurangi hambatan komunikasi di antara anggota kelompok.
Sesudah menerapkan 5S selama 1.5 – 2 tahun, diperlukan pertimbangan untuk mengurangi periode penilaian. Jika hasilnya menunjukkan berkurangnya kerusakan dalam proses kerja maka system 5S telah terbentuk dalam organisasi tersebut. Demikian juga penetapan standar baru untuk S4 harus dipertimbangkan sebagai standar lebih baik dengan memberikan hasil yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan seluruh efektifitas.

Evaluasi.
Prosedur Evaluasi.
Proses evaluasi kegiatan 5S dibuat berdasarkan sistem pembuatan nilai yang berhubungan dengan sasaran yang ditetapkan sebelumnya dengan bobot nilai yang lebih tinggi kearah kegiatan yang penting. Namun demikian, jumlah penilai total sebesar 100 poin atau satu nilai persentase. Proses evaluasi harus dilaksanakan setiap bulan dengan menetapkan tanggal dan waktu pemeriksaan. Area yang akan dievaluasi harus memberikan laporan tertulis atas kemajuan yang dicapai pada pemeriksa setiap kali kunjungan dilakukan. Pemeriksa (auditor) akan mengisi formulir penilaian 5S sesuai dengan laporan dan area actual yang diperiksa kemudian membuat komentar dan saran perbaikan jika diperlukan. Selanjutnya nilai yang telah dihitung dikirim ke koordinator 5S untuk dibandingkan hasil yang telah dicapai di organisasi tersebut sebelum membuat kesimpulan akhir atas seluruh kemajuan aktivitas.
Penilaian standar S1-S3 dibuat berdasarkan penilaian pemeriksa di mana masing-masing auditor akan menilai hasil dan menghitung rata-rata nilai akhir atau melaksanakan pertemuan yang membahas masing-masing sudut pandang pemeriksa sebelum menyimpulkan nilai untuk masing-masing area yang dinilai.
Penilaian standar S4-S5 dibuat 50% berdasarkan penilaian pemeriksa dan sisanya menurut prosedur yang ditetapkan dalam S-4. Penilaian akan dilaksanakan pada tiga tingkat jabatan yang berbeda yaitu dalam kelompok itu sendiri, kemudian tingkat kepala departemen (middle management) dan tingkat direktur (top management).
Catatan: kelompok harus menilai kinerja mereka secara konsisten setiap bulan bahkan sesudah melewati pemeriksaan terakhir oleh kepala departemen dan top management guna memastikan kembali standar yang terbaik.







Sabtu, 03 Januari 2009

Tantangan Manufacture 2009

2009 …Ternyata sudah memasuki tahun kesebelas bagi penulis menjadi bagian dari industri manufacture. Bukan waktu yang singkat tapi bukan pula waktu yang lama. Sepanjang waktu ini, tidak terhitung banyaknya transfer ilmu dan ketrampilan seputar Industri Manufacture yang penulis peroleh, mulai dari bangku kuliahan, Trainning-trainning, Pengalaman sebagai praktisi, hingga menimba ilmu langsung ke kiblat Industri Manufacture Indonesia, yaitu Jepang.
tetapi keadaan ini tidak menjadikan penulis merasa sudah pintar, ahli, ,terampil, expert atau apapun istilahnya yang menunjukkan hubungan sebab akibat yang berkorelasi positif .

Tidak dalam kondisi krisis saja, mengelola perusahaan begitu sulit. Apalagi dengan kondisi sekarang, Complex-nya permasalahan dalam Industri saat ini, membuat keahlian mengelola organisasi perusahaan tidak sekedar copy paste teory atau metode yang ada.

Perlu ada pendekatan khusus, misal dengan memodifikasi metode, mengkombinasikan beberapa bidang ilmu ( misal konsep kepemimpinan yang sangat mempertimbangkan faktor psikologis dan sosiologis organisasi ) , dan selalu menambah wawasan meski berada diluar ruang lingkup Teknik Industri. Dengan kata lain jadikan diri kita manusia pembelajar, yang senantiasa haus akan ilmu.

Di Artikel yang penulis posting Tgl 2 Januari ’09, “ Perkembangan Manajemen Produksi dan Operasi”. Kita mendapatkan pemikiran Frederic W. Taylor pada tahun 1911. Bapak Manajemen Ilmiah ini menyarankan persoalan-persoalan yang timbul terutama dalam industri manufacture diselesaikan dengan metode-metode ilmiah.
Bayangkan … konsep ini hampir berumur 100 tahun, tapi masih saja sulit bagi sebagian besar industri kita menerapkannya dengan baik. Kadang Penulis berpikir, Sudah siapkah Industri kita menerima metode-metode yang tergolong “rumit” misalnya seperti Six Sigma ? Sedangkan PDCA, Pareto, Fishbone yang begitu mudah dipelajari saja kadang dipakai kadang tidak.
Ini buktinya : GKM yang pernah menjadi metode yang banyak diminati di era 80-90 an, meredup dan memasuki Th. 2000 muncul QCC ( Quality Control Circle ) yang kurang lebih punya misi sama dengan GKM, tapi format yang berbeda.


Dalam bukunya “ Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan“ Kuntjaraningrat (***) membawa kita mengenal lebih dalam mengenai mentalitas masyarakat kita.
Mentalitas yang dimaksud, terangkum dalam uraian berikut :


1. Mentalitas petani .
· Tidak biasa berspekulasi tentang hakekat dari hidup, dari karya dan hasil karya manusia, dan apabila mereka kita tanyai mengenai hal-hali itu, maka mereka akan melihat terheran-heran dan akhirnya mengajukan jawaban yang amat logis, ialah bahwa manusia itu bekerja kerja untuk dapat makan. ( hal. 38 )
· Mempunyai persepsi waktu yang terbatas (hal 39)
·
Konsep mengenai pengaruh nasib yang amat kuat.
· Konsep sama rata sama rasa ( hal.41), konsep dasarnya, di dunia manusia itu pada hakekatnya tidak bisa berdiri sendiri. Konsep itu memberi suatu landasan yang kokoj bagi rasa keamanan hidup, sebaliknay konsep sama rata sama rasa memberi kewajiban untuk terus menerus memelihara hubungan baik dengan sesamanya…Konsep seperti ini tentu sangat bernilai, bentuk nyatanya yaitu budaya gotong royong. Tapi konsep itu juga mewajibkan suatu sikap konformis yang besar ( artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol diatas yang lain ). (hal.41)

2. Mentalitas Priyayi ( Jawa )
· menghubungkan hakekat karya dengan konsep amal … konsep amal dalam alam pikiran jawa dibayangkan sebagai hasil karya yang mewujudkan kebahagiaan-kebahagiaan dalam hidup ini. Kebahagiaan-kebahagiaan itu aalah misalnya: kedudukan, kekuasaan, dan lambang – lambang lahiriah dari kemakmuran ( banyak rumah priyayi dahulu kamar epan dan kamar tamunya.
tampak megah, kaya dan mengagumkan, tapi dapurnya gelap, kotor dan tak terurus, sedng kamar madi dan WC nya rusak dan kotor. ( hal. 38 )
Suatu hal yang tidak cocok dengan jiwa pembangunan dalam hal ini adalah bahwa konsep ini tidak bersumber pada nilai budaya yang berorientasi pada hasil ( achievment oriented ), tetapi hanya terhadap amal dari karya, ibarat sekolah yang tidak mengejar ketrampilan yang diajarkan, tetapi hanya ijazahnya saja. ( hal. 39)
· Mentalitas priyayi terlampau berorientasi pada masa lampau, seeprti rasa sentimen yan gberlebih-lebihan terhadap benda pusaka, mitologi, silsilah, karya pujangga-pujangga kuno, serta upacara-upacara rumit untuk memelihara benda pusaka. Hal itu semua tentu bukan hal yan gmelemahkan mentalitas mereka, hanya saja orientasi yang terlampau banyak terarah ke zaman yang lampau akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan. Seperti rendahnya motivasi untuk menabung dan hidup hemat. ( hal.39)
· Adat sopan santun pegawai diseluruh indonesia amat berorientasi kearah atasan. Segi negatif dari suatu orientasi nilai-budaya yan gterlampau terarah kepada orang-orang yang berpangkat tinggi, yaitu senior, bahwa hasrat untuk berdiri dan berusaha sendiri akan dimatikan, begitu juga rasa disiplin murni dan tanggung jawab, karena orang hanya taat apabila ada pengawasan dari atas ( hal.41-42)

3. Mentalitas yang meremehkan Mutu
· Kebutuhan akan kualitas dari hasil karya kita dan rasa peka terhadap mutu sudah hampir hilang. Hal itu rupa-rupanya adalah akibat otomatis dari kemiskinan menghebat yang selama masa penjajahan.Demikian kita sampai tak sempat memikirikan mengenai mutu dari pekerjaan yang dihasilkan dan mutu dari barang dan jasa yang kita konsumsi. (hal.45) Mentalitas seperti ini juga disebabkan karena proses penyebaran, perluasan, pemerataan, dan exstensifikasi dari sistem pendidikan kita tidak disertai dengan perlengkapan sewajarnya ( hal.46)

4. Mentalitas yang suka menerabas (ambil jalan yang paling gampang)
· Mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuannya secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan selangkah demi selangkah (hal. 46).

5. Sifat tidak percaya diri
· Disamping karena Mentalitas Priyayi (hubungan atasan-bawahan), sifat tidak percaya diri ini memburuk, adalah suatu konsekuensi dari serangkaian kegagalan, terutama dalam bidang pembangunanyang dialami bangsa indonesia dalam zaman post-revolusi, sejak tercapainya kemerdekaan, hingga sekarang.


Ini hanya satu contoh yang penulis lakukan sejak 3 tahun lalu, yaitu mencoba mencari pendekatan dari sisi lain, dari bidang – bidang ilmu yang lain, yang tidak bersinggungan langsung dengan dunia manufacture.

Pandangan-pandangan dari pakar Anthropology seperti diatas sangat membantu penulis dalam mengidentifikasi akar permasalahan, terutama mengenai penurunan efisiensi dan produktifitas kerja dan problem quality. Setelah mempertimbangkan gagasan para pakar ini, penulis otomatis terposisikan sebagai dokter, dan pekerja-pekerja sebagai pasien. Bukan seperti Polisi dan Penjahat, atau istilah lainnya dimana Subject dan object berdiri diposisi yang berseberangan, yang ada hanya win and lose.
Sekali lagi ini hanya satu contoh case saja. Begitu banyak ilmu yang bisa kita peroleh baik yang terpendam didalam buku dan literatur, maupun orang – orang bijak disekitar kita.

Saat memasuki dunia industri yang sebenarnya, selalu ada Kondisi – kondisi yang menyebabkan pengetahuan dan ketrampilan tidak bisa begitu saja diterapkan dengan copy paste.
Berbagai hambatan, seperti misalnya; minimnya biaya/budget, kurangnya komitmen management, Potensi SDM yang minim, Mentalitas pekerja yang rendah, kondisi psikis pekerja yang tidak kondusif akibat adanya masalah perburuhan, Kondisi alat-alat produksi yang efiensinya turun jauh karena faktor umur mesin, Naiknya harga material, spare parts & komponen, sehingga perusahaan menggunakan material dan spare part grade rendah, Sistem produksi yang masih manual / belum terintegrasi dengan sistem informasi modern, rendahnya perhatian manajemen terhadap faktor safety, Tingginya tingkat turn over karyawan, dan masih banyak lagi. Menjadikan variabel – variabel yang dalam kondisi tertentu menjadi penyebab tunggal, dikondisi lain bisa saling mempengaruhi sehingga mengakibatkan permasalahan semakin kompleks ( problem multi dimensi )

Memasuki 2009, Jika tidak dikelola dengan tepat, potensi terjadinya permasalahan akibat problem multi dimensi semakin besar. Disinilah peranan Level Manager dan Supervisor akan semakin strategis.

Terlepas dari kondisi yang penulis ilustrasikan diatas. Ada satu hal yang penulis pikir sangat baik untuk dilakukan, yaitu : “ Laksanakanlah tugas bukan karena kewajiban, tapi karena keyakinan” .
Spirit ini terbukti, memberi penulis energi yang besar untuk berdiri ketika jatuh, lalu berlari kembali .

Semoga kita menjadi lebih baik di 2009 ini.



(***) : Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, KOENTJARANINGRAT,
1992, PT Gramedia pustaka Utama
















Jumat, 02 Januari 2009

PERKEMBANGAN MANAJEMEN PRODUKSI dan OPERASI



Perkembangan Manajemen Produksi dan Operasi yang begitu pesat saat ini, didorong oleh faktor-faktor :
1. Perkembangan Alat dan Teknologi
2. Revolusi Industri
3. Perkembangan Ilmu dan Metode kerja, yang mencakup metode ilmiah, dan konsep-konsep yang spesifik seperti model pengambilan

keputusan, ergonomi, Quality management, dll

I. PERKEMBANGAN ALAT dan TEKNOLOGI

Penggunaan alat-alat pengungkit dan roda penggerak sederhana oleh manusia di awal peradaban, merupakan awal dari sejarah Industri.
Tahun 1664 Hargreves menciptakan “ Spinning Jenny “ , yaitu sebuah alat pemintal.Gagasan ini dikembangkan oleh Arkwight dengan menciptakan alat pemintal yang berpenggerak tenaga air, pada tahun 1669. Sedangkan Cromton menciptakan alat tenun yang disebut “Mule “ pada tahun 1779.



Pada abad ini James Watts menciptakan mesin uap. Industri semakin berkembang dengan diciptakannya alat tenun “ bermesin “ oleh Cartwright tahun 1785.
Penemuan-penemuan ini mendorong perkembangan industri di Inggris, yang merupakan tahap awal industrialisasi di dunia.
Teknologi Industri pada saat itu mulai berkembang, dengan adanya peningkatan dan perbaikan. Dimulai oleh Eli Whitney, yang mendapatkan kontrak-kontrak kerja dari pemerintah, mengembangkan parts dan komponen yang dapat saling dipertukarkan, ini terjadi di rentang tahun 1798 – 1800. Usaha menciptakan parts dan komponen ini telah mendorong percepatan perkembangan industri .


Perkembangan industri seperti ini membutuhkan “sebuah kegiatan yang terorganisasi “. Pertama-tama yang perlu dilakukan yaitu pengorganisasian dan perencanaan produksi dan operasi. Kemudian timbulah gagasan pengembangan sistem produksi pabrik, dimana kualitas besi baja mulai diperhatikan dan penggunaan mesin uap meningkat pesat. Dalam periode ini berdiri industri-industri teknik dan alat–alat permesinan, sampai diciptakannya mesin-mesin dengan pembakaran internal, yang kemudian melahirkan produk seperti mobil.
Industri setelah abad 19 mulai mengembangkan metode produksi dan operasi yang efisien dan modern. Ini dimulai dengan usaha Sear Rebuck dalam mengorganissasi operasi penjualan melalui pos di Chicago, Henry Ford dengan industri mobilnya, sedang di Inggris dengan Industri perlengkapan senjata untuk PD I. Inilah awal penerapan standarisasi untuk parts dan Komponen dalam Industri skala besar.
Dengan adanya standarisasi ini, Parts dan komponen dapat dipertukarkan. Henry Ford ( 1913 ) membangun Lini perakitan mobil yang petama, dan dapat dipindah-pindahkan. Pada Lini perakitan seperti ini, dibutuhkan stadarisasi parts dan pekerjaannya dilakukan oleh tenaga spesialis.
Sejak komputer diperkenalkan pada Tahun 1950, banyak produksi dan operasi manufacture, menggunakan komputer antara lain untuk manajemen persediaan, scheduling, pengendalian mutu, dan sistem pembiayaan.
Pada akhir-akhir ini penggunaan teknologi canggih atau modern telah diintegrasikan kedalam industri. Bahkan langkah ini, menjadi alternatif solusi, terhadap tuntutan pasar yang menginginkan kualitas produk yang lebih baik, harga lebih rendah, dan Variatif dan memiliki nilai tambah.


II. REVOLUSI INDUSTRI ( RI )



Pada dasarnya RI merupakan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin. Dorongan terbesar terjadinya RI ini saat penemuan mesin uap oleh James Watt’s Th. 1764. Mesin ini menjadi pendorong utama tenaga mesin penggerak pada pertanian pabrik. Percepatan RI terjadi pada tahun 1800 dengan dikembangkannya mesin yang menggunakan bahan bakar dan listrik.

RI di Inggris tidak berdiri sendiri, melainkan suatu proses yang berkaitan dengan berbagai permasalahn sosial ekonomi, budaya dan politik. Revolusi itu sendiri merupakan suatu perubahan dan pembaharuan secara radikal dan cepat pada bidang perdagangan, industri, dan teknik yang terjadi di Eropa, terutama di Inggris pada abad ke-18.



Penemuan mesin–mesin (meski berpenggerak manual) mendorong pemilik bermodal besar untuk memperkerjakan banyak tenaga-tenaga buruh, dan mendirikan gedung-gedung besar. Tempat-tempat kerja buruh yang digunakan untuk berproduksi disebut manufacture. Manufacture-manufacture inilah yang merupakan langkah awal terjadinya proses Industrialisasi.
RI adalah awal dari Industrialisasi di Inggris. Didukung oleh kekayaan alam ( bijih besi, batubara ) industrialisasi berkembang semakin cepat. Perkembangan RI menorong timbulnya produksi dan pemasaran secara massal, mengawali timbulnya gagasan automatisasi, serta menimbulkan pergeseran perkembangan orientasi perekonomian dari produksi barang ke produksi jasa.
Perkembangan industri dalam industrialisasi sebagai dampak RI disebabkan masalah ekonomi khususnya dan kemanusiaan umumnya, yaitu;
1. Bertambahnya penggunaan mesin
2. Efisiensi produksi batubara, besi dan baja
3. Pembangunan Jalur kereta Api, perkembangan alat transortasi dan komunikasi.
4. Meluasnya sistem perbankan dan perkreditan.

Perkembangan industri di Inggris sangat ditunjang oleh luasnya daerah-daerah koloni yang dikuasai Kerajaan Inggris saat itu, yang sekaligus menjadi daerah-daerah pemasaran yang sangat potensial.

III. PERKEMBANGAN ILMU dan METODE KERJA

Perkembangan Management Produksi dan Operasi ditandai oleh usaha manusia untuk meningkatkan hasil produksi dengan melakukan pembagian kerja (Division of Labor ). Konsepnya, pembagian kerja akan menimbulkan spealisasi, pekerjaan tunggal yang dilakukan berulang-ulang akan menimbulkan peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang mulai diperkenalkan oleh Adam Smith, seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, muncul konsep-konsep dalam industri manufacture yang lebih spesifik, seperti model-model pengambilan keputusan, Ergonomi, Quality Management, dll

III.1. ADAM SMITH, 1776


Orang pertama yang membahas dan memperhatikan pentingnya pembagian kerja agar berproduksi secara efisien (production economic) adalah Adam Smith. Ia memperhatikan bagaimana berproduksi secara efisien di sistem produksi skala kecil yang berbasis rumah tangga hingga pabrik. Perkembangan sistem produksi rumah tangga menjadi sistem produksi pabrik terdapat dalam indusri tekstil, diabad 18. Usaha-usaha dalam sistem produksi tekstil ditujukan untuk dapat memproduksi dalam jumlah relatif besar dengan kualitas lebih baik.


Dari penelitian sistem produksi pabrik, Tahun 1776 Adam Smith menulis buku “ Wealth of Nation” ( kemakmuran negara ) . Dalam bukunya, Adam Smith menyatakan, dengan pembagian kerja ( division of labor) terdapat spesialisasi tenaga kerja yang akan meningkatkan hasil produksi, yang disebabkan oleh 3 faktor , yaitu :
1. Peningkatan kecekatan dan ketangkasan dari sebagian pekerja, seta bertambahnya ketrampilan seseorang karena pekerjaan yang berulang-ulang
2. Menghindari loss time saat terjadi perubahan tugas.
3. Ditemukannya mesin dan peralatan yang terspesialisasi, mengikuti usaha-usaha manusia dalam ruang lingkup yang terbatas sebagai pengganti tenaga manusia.
Efisiensi perusahaan dicapai karena biaya produksi yang lebih rendah dan jumlah produksi lebih besar.

III.2. CHARLES BABBAGE, 1832

Tahun 1852, Charles Babbage menulis buku “On the Economy of Machinery and Manufactures“. Dalam bukunya, ia mengutarakan pentingnya pemakaian mesin-mesin secara ekonomis dan perlunya mengorganisir orang-orang dalam memproduksi barang-barang secara efektif dan efisien. Ini berarti ketrampilan dan waktu yang diperlukan untuk suatu pekerjaan harus ditentukan atas dasar penyelidikan yang rasional, penyelidikan ini terkenal dengan nama “Skill and Time Studies“. Penelitian Times Studies dilakukan terhadap Proses pembuatan Peniti. Yaitu menyelidiki berapa waktu yang dibutuhkan untuk proses produksinya. Dengan “Times Studies” ia menyimpulkan beberapa pendapat dan ketentuan-ketentuan untuk melaksanakan proses produksi. Pada dasarnya ia telah memperbaiki gagasan pembagian kerja-nya Adam Smith. Ia mengajukan pendapat akan perlunya dijalankan upah harian yang layak untuk pekerjaan yang layak dalam satu hari ( fair day’s wage for a fair day’s work ). Meski gagasannya lebih maju dari Adam Smith, kenyataannya pada masa itu belum punya pengaruh besar bagi para industrialis dan pengusaha.

III.3. FRANK dan LILIAN GILBERTH, 1911

Pada mulanya Frank Gilberth adalah seorang kontraktor bangunan yang berhasil di Amerika Serikat. Ketika melihat cara pekerja-pekerjanya bekerja, dia melihat ketidak efisienan gerakan-gerakan kerja saat menyusun batu bata. Semakin lama, Gilberth semakin terdorong untuk mempelajari kelemahan-kelemahan cara kerja demikian dan ingin mencari kemungkinan mengatasinya. Akhirnya bidang konstruksi ditinggalkan. Dengan bantuan istrinya, Lilian, seorang psikolog, Gilberth meneliti gerakan-gerakan kerja yang dilakukan pekerja dan diamati dengan cermat dengan menggunakan kamera-kamera film. Gerakan yang terekam diputar kembali dengan gerakan sangat lambat untuk diamati.
Dari penelitiannya Gilberth mendapakan suatu prosedur untuk menganalisa gerakan kerja, kemudian memperbaikinya. Prosedur ini membagi gerakan-gerakan kerja menjadi elemen-elemen dasar yang merupakan bagian dari suatu gerakan. Misal ; gerakan tangan mengambil sebuah gelas diurai menjadi elemen-elemen ; menjangkau, memegang, dan mengangkat. Elemen gerakan yang dikembangkan Gilberth berjumlah 17 buah ( 17 THERBLIG ), dan dengan ini perbaikan gerakan dilakukan.

17 THERBLIG : 1) Mencari/Search, 2) Memilih/Select, 3) Memegang /Grasp, 4) Menjangkau/Reach, 5) Membawa/Move, 6) Memegang untuk memakai/Hold, 7) Melepas/Release, 8) Pengarahan/Position, 9) Pengarahan sementara/Preposition, 10) Memeriksa/Inspection, 11) Merakit/Assemble, 12) Lepas rakit/Dissassemble, 13) memakai/use, 14) Kelambatan yang tak terhindarkan/ unavoidable Delay, 15) kelambatan yang dapat dihindarkan/ Avoidable Delay, 16) Merencana/Plan, 17) Istirahat untuk menghilangkan fatique/ Rest to overcome fatique.

Gilberth mengemukakan, perbaikan gerakan lebih mungkin dilakukan dengan memperbaiki elemen-elemennya. Tahun 1911, ia menerbitkan buku “ Motion Study “. Peranan isterinya cukup besar, khususnya dalam memberikan perhatian pada segi-segi psikologis yang berhubungan dengan gerakan-gerakan kerja dan perbaikannya. Melengkapi study gerakan yang menganalisa gerakan melalui elemen-elemennya, keduanya mengembangkan serangkaian prinsip-prinsip perancangan sistem kerja yang dikenal dengan Ekonomi Gerakan. Prinsip ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu sistem kerja yang terancang baik sehingga memudahkan dan menyamankan gerakan-gerakan kerja untuk sejauh mungkin menghindarkan atau melambatkan terjadinya kelelahan (fatique).

III.4. FREDERICK WINSLOW TAYLOR, 1911


Taylor memiliki andil yang besar dalam perkembangan manajemen dan teknik industri . ia bekerja di pabrik baja di Amerika tahun 1911 sebagai seorang Pengawas. Disana ia melihat pekerja yang tidak berprestasi semestinya, dalam pandangannya, pekerja-pekerja tersebut menghasilkan dibawah yang sebenarnya dapat dihasilkan. Dia menduga penyebab terjadinya hal tersebut adalah karena pengaturan jam kerja yang tidak baik. Setelah meyakinkan hal ini pada pimpinannya, Taylor mendapat izin dan dana untuk melakukan penelitian mengenai pendapatnya.


Penelitiannya sbb:
Taylor menugaskan dua orang pekerja yang baik dan kuat yang mendapat penjelasan bahwa tujuan penelitian bukanlah mengukur berapa kekuatan maksimal yang dapat dihasilkan seseorang selama hari kerja, melainkan untuk mengetahui seberapa besar tenaga seseorang pekerja harus dikeluarkan agar pekerja tersebut dapat memberi hasil sebanyak banyaknya. Bekerja sekuat-kuatnya akan mendapat hasil yang lebih banyak, tapi tidak akan tahan lama. Sebaliknya, bekerja dengan tenaga yang lebih sedikit akan tahan lama, tapi sedikit pula yang dihasilkan.
Diantara keduanya ada sejumlah tenaga tertentu yang bila dikeluarkan akan memberikan hasil maksimal. Melalui dua orang pekerjanya, Taylor mendapatkan bahwa hasil kerja sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu bekerja, lamanya waktu istirahat, dan frekuensi istirahat.
Jadi, bekerja 6 Jam, Istirahat 1 jam berbeda hasil yang dicapai dengan bekerja 5 jam, istirahat 1 atau 2 jam. Begitu pula akan lain hasilnya bila bekerja 6 jam dengan istirahat dua kali ½ jam.
Taylor melakukan pengukuran waktu dengan menggunakan Jam henti (Stop Watch). Sejak itulah pengukuran waktu secara teliti dan ilmiah mulai dilakukan.
Dari pengukuran waktu dengan jam henti ini., kemudian berkembang cara-cara lain seperti : Data waktu Standard, data Waktu Gerakan, disamping tersebar luasnya penggunaan sampling pekerjaan sebagai salah satu alternatif lain dalam mengukur waktu. karena peranan penentuan waktu bagi suatu pekerjaan dalam sistem produksi sangat besar, seperti ; penentuan sistem upah perangsang, penjadwalan kerja dan mesin, pengaturan tata letak pabrik, penganggaran, dsb, maka pengukuran waktu seperti yang diawali oleh Taylor dipandang sebagai karya yang besar.

Percobaan Taylor yang terkenal adalah percobaan menyekop dan mengangkat bijih-bijih besi. Kepada dua orang pekerja, Taylor menugaskan untuk menyekop dan mengangkat bijih besi dengan berbagai ukuran sekop. Mulai dari yang berkapasitas kecil sampai besar. Untuk setiap ukuran sekop, diakhir hari kerja hasil angkatannya dicatat. Ternyata sekop dengan kapasitas 21 ½ lb yang berhasil memindahkan bijih-bijih besi terbanyak dalam satu harinya. Artinya Sekop dengan ukuran lebih besar dan lebih kecil tidak menghasilkan pemindahan sebanyak itu.

Sumbangan lain dari Taylor untuk dunia Industri :
1. Manajemen harus mengganti metode coba-coba yang tidak ilmiah (Rule of Thumb Method). Dalam hubungan ini Taylor menekankan juga pentingnya peranan manusia dalam sistem produksi, dan pentingnya masalah-masalah diselesaikan secara ilmiah. Dikemudian hari gagasan ini dinamakan The Scientific Management ( Manajemen Ilmiah ).
2. Mengembangkan bentuk organisasi fungsional, yang menurut pendapatnya membentuk suatu struktur yang sesuai untuk organisasi sistem produksi. Bentuk organisasi fungsional merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk organisasi yang kita kenal sekarang.
3. Menyelidiki faktor –faktor yang mempengaruhi umur pahat yang pada akhirnya sampai pada suatu rumus yang sampai kini dikenal sebagai Rumus Umur Pahat Taylor

Ilmu Manajemen Produksi dan Operasi yang dikembangkan Taylor, perkembangannya tidak begitu pesat pada masa itu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ;
1. Belum terdapatnya (pada masa itu) pengetahuan yang menunjang dan peralatan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.
2. Terdapatnya kesalahan-kesalahan dalam penggunaan pengukuran sistem produksi, karena ditemukannya banyak variasi dalam produksi. Pada masa itu masih digunakan pengukuran tunggal dalam produksi, misal, produksi hanya diukur dalam kuantitas atau banyaknya unit produksi, tanpa memperhatikan mutu, serta berat hasil produksi.
3. Terdapat masalah kerumitan (complexity) yang ditimbulkan dari masalah skala besar, dimana terdapat hubungan yang sangat erat antara variabel dari masalah satu dengan masalah lain atau variabel lain dari masalah yang sama. Keadaan ini tidak didukung oleh tersedianya peralatan anlisis matematis atau peralatan analisis lainnya yang lebih maju untuk membantu pemecahan masalah.

III.5. ELTON MAYO, 1933



Warga negara Australia, memulai beberapa studi disuatu perusahaan Listrik tahun 1933, yaitu Western Electric Company, Hawthorne, Chicago. Tujuan Studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti misalnya pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor efisiensi operator kerja pada unit perakitan.
Pengkajian-pengkajian ini menunjukkan bahwa usaha-usaha untuk memotivasi para pekerja adalah sangat penting didalam meningkatkan produktivitas.








III.6. F.W. HARRIS, 1915
Pada tahun 1915, mengembangkan formula kuantitas atau jumlah pemesanan ekonomis, yang dikenal sebagai “ Economics order Quantity (EOQ) “ untuk Manajemen Persediaan.

III.7. WALTER A. SHEWHART, 1931

Dari Bell Laboratories, Tahun 1931, dalam bukunya “ Economic Control of Quality of Manufactured Products “ ia memperkenalkan model kuantitatif dalam pengambilan keputusan yang digunakan dalam pengendalian kualitas secara statistik ( Statistical Quality Control ).

III.8. GEORGE DANTZIG, 1947

Tahun 1947, George Dantzig mengembangkan Metode Simplex dari Linier Programing, yang memungkinkan pemecahan seluruh kelas model management matematis.


III.9 TEAM ANGKATAN PERANG INGGRIS & AMERIKA, PD II

Pada masa Perang Dunia II, Angkatan Perang Inggris membentuk team, yang terdiri atas para ilmuwan untuk mempelajari persoalan-persoalan strategi dan taktik sehubungan dengan serangan yang dilancarkan musuh. Tujuan mereka adalah untuk menentukan penggunaan sumber-dumber daya militer yang terbatas, seperti Radar dan Bomber, dengan cara yang paling efektif.
Keberhasilan yang diperoleh Angkatan Perang Inggris mendorong Angkatan perang Amerika melakukan aktivitas serupa. Dengan membentuk team, yang dinamakan Team Operations Research. Mereka berhasil dalam memecahkan persoalan-persoalan logistik suplai barang-barang keperluan perang, menentukan pola-pola dasar penerbangan yng lebih efisien, serta menentukan pola-pola dasar jaringan bagi operasi alat-alat elektronik. Sejak 1951, Operation Research digunakan di hampir seluruh kegiatan baik di Perguruan tinggi, Konsultan, Rumah Sakit, Perencanaan kota, maupun kegiatan-kegiatan bisnis.

III.10. W. EDWARDS DEMING



Banyak yang menganggap, Deming adalah bapak dari gerakan Total Quality Management. Deming menganjurkan penggunaan SPC (Statictical Proses Control) yang dikembangkan pertama kali oleh Walter A. Shewhart agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematik dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri.


Kontribusi utama yang membuatnya terkenal yaitu Deming Cycle (PDCA), Deming Fourteen Points, dan Seven Deadly Diseases. Tahun, 1940 membantu U.S. Buereau of Census dalam menerapkan teknik-teknik sampling statistik.
Tahun 1941, mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S War Department
Tahun 1950, mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para ilmuwan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
Tahun 1982, menerbitkan buku berjudul
“Quality, Productivity, and Competitive Position”.

III.11. JOSEPH M. JURAN , 1951



Ia memiliki dua gelar kesarjanaan (Teknik dan Huku ). Merupakan pendiri Juran Institute, Inc di Wilton, Conecticut. Institute ini bergerak dalam bidang pelatihan, penelitian, dan konsultasi manajemen kualitas.
Juran
mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan ( fitness for use ), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama, yaitu ; Kualitas Desain, Kualitas kesesuaian, ketersediaan, Keamanan, dan Field use.
Kontribusi Juran
yang paling terkenal antara lain ; Juran ‘s Three Basic Steps to Progress, Juran’s Ten Steps to Quality Improvement, The Pareto Principles ( kaidah 80/20, 80% Trouble comes from 20% of the problems), dan The Juran Trilogy
Pada Tahun 1951, mempublikasikan buku berjudul “ Quality Control handbook “