Jumat, 16 Maret 2012

Engineering dalam Industri Manufaktur


Pendahuluan
Engineering adalah suatu ilmu keteknikan yang dipraktekkan ke dalam kehidupan kita untuk mempermudah kita dalam melakukan sesuatu. Engineering mampu mengatasi permasalahan yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari dari hal yang terkecil hingga besar dan membuat peralatan yang bertujuan untuk memudahkan pekerjaan manusia, itulah konsep dasarnya.
Bahtera nabi Nuh, Bangunan Stonehenge yang dibuat pada tahun 2500-2000 SM, Pembangunan Pyramida Giza oleh bangsa Mesir kuno sekitar tahun 2560 SM yang berlangsung selama 20 tahun, pembangunan Candi Borobudur pada Abad 9, Prakitan komputer generasi pertama pada tahun 1941, Peluncuran wahana antariksa Galileo yang mampu menjelajah atmosfer Jupiter, dan banyak  fakta lainnya, yang membuktikan bahwa engineering  mengiringi sejarah kehidupan manusia mulai jaman purba.

Sejak penemuan Mesin uap oleh James Watt tahun 1764 dan menjadi pendorong terjadinya Revolusi Industripada Abad 18, Engineering menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perkembangan manufacture dunia. Sejak saat itu, penggunaan mesin-mesin dalam industri menjadi kebutuhan mutlak dalam aktivitas produksi dan manufacturing.

Peran Engineering  dalam Perusahaan Manufaktur 
Bisa dipastikan setiap perusahaan manufaktur (perusahaan yang memproduksi barang) memiliki fungsi engineering. Beberapa  Perusahaan menggunakan istilah Maintenance, dalam konteks manufacturing, istilah-istilah ini memiliki arti yang kurang lebih sama. Jadi dalam artikel ini, saya akan menggunakan kedua istilah ini. 

Engineering  dalam Industri manufakture nasional memiliki nasib yang sedikit berbeda dibanding saudara kandungnya “ bagian produksi “, Coba tebak, dimana biasanya ruang maintenance di dalam layout pabrik. Di belakang bukan ? Mirip denah rumah di jawa, Ruang tamu didepan, dapur dibelakang. (beda lagi kalau di Bali, Dapur yang di depan). Tidak semua memang. Beberapa perusahaan Jepang yang menerapkan Total Produktif Maintenance (TPM) memiliki  gaya yang berbeda. Mereka biasanya menggabungkan struktur Maintenance  dengan produksi. Imbasnya, ruang maintenance benar-benar di dalam lingkup area produksi. Kondisi ini seperti tuntutan, dalam TPM, hampir semua personel produksi memiliki fungsi maintenance, tentunya dengan ruang lingkup yang kecil dan sudah ditentukan, tidak heran hampir disemua mesin bertebaran SOP perawatan mesin standard yang biasa dilakukan oleh operator, tidak perduli dia laki-laki, perempuan, anak muda, sampai “dadong-dadong” (Bahasa Bali, arti : nenek-nenek), menjadi kewajiban mreka untuk menjalankannya.

SOp dalam TPM

Meskipun  memiliki Maintenance dalam setiap divisi produksi, tetap saja perusahaan jenis ini memerlukan Maintenane Central. (Dan tetap posisinya dibelakang. Lho …) koq masih perlu ? bukannya mereka sudah terapkan TPM ????  Eittt, tunggu dulu, Memang struktur Maintenance dalam Produksi efektif untuk menunjang  ativitas produksi dalam menangani fungsi-fungsi maintenance reguler. Seperti : 1)aktivitas Inspection, 2)  lubrication,3) parts replacement, 4) Overhoul, 5) Regular machine problem solving, dan 5) Technical Improvement.
Akan tetapi, Jika terkait dengan pembuatan spare parts/machining yang memerlukan  mesin-mesin workshop dan memerlukan lead time pengerjaan yang relatif lama, sangat tidak efisien jika setiap divisi produksi memilikinya. Untuk itu  maintenance central/factory tetap diperlukan.

Dalam perkembangannya, seiring dengan perkembangan perusahaan, aktivitas workshop ini dapat berevolusi menjadi sebuah divisi machinery (perusahaan permesinan), tidak hanya sebagai parts making, tapi menjelma menjadi machine maker atau pembuat mesin. Machinery, tidak hanya membuat mesin-mesin “standard”, namun mampu merancang dan merakit (design & Assembling) type-type  permesinan yang sudah ter-upgrade, dalam memenuhi kebutuhan divisi produksi, up-grading ini meliputi; 1) kapasitas yang semakin besar, 2) tingkat presisi produk yang semakin tinggi, 3) kemudahan dalam perawatan, 4) keamanan dan kemudahan dalam pengoperasian, 5) Ketahanan mesin / Realibility yang semakin baik, 6) Design yang menarik, modern, bahkan futuristik, 7) Terintegrasi dengan Sistem Informasi .
Machinery Division  biasanya dimiliki oleh perusahaan yang memiliki skala pasar dan operasi yang besar.

Posisi Bagian Maintenance dalam lay out perusahaan tadi, anggap saja tidak penting (dan memang tidak penting), posisi ruang di bagian belakang saya pikir jauh lebih pas, karena bagian ini  identik dengan penyimpanan mesin/parts  tidak terpakai, dan "terlihat tidak bersih/clean". Namun gambaran perusahaan Jepang yang saya ceritakan tadi, mudah-mudahan memberikan sedikit masukan bagi kita, bahwa ruang maintenance tidak identik dengan ' tidak clean", tetapi bisa menjadi bagian integral dalam layout produksi, meski untuk kategori food manufacturing. Bahkan pernah saya jumpai, seorang Teknisi dari luar, melakukan overhoul besar dengan menggunakan wearpack serba putih, dengan tangan yang clean.Sekali lagi, tidak ada pembenaran jika seorang teknisi maintenance identik dengan kerja kotor dan berlumuran oli.  

Bisa dipastikan bahwa setiap perusahaan manufacture memiliki fungsi engineering, meskipun dengan format dan size yang berbeda. Meski berbeda, engineering/maintenance perusahaan pada umumnya memiliki 6  Lingkup fungsi sebagai berikut :

1.       Mechanical
2.       Electrical
3.       Installation
4.       Utility
5.       Instrumentation
6.       Workshop

(saya berpikir memisahkan fungsi mechanical dan electrical tidak begitu efektif. Jauh sangat-sangat efektive jika basic skill  personel maintenance meliputi mechanical skill dan electrical skill, syukur jika sampai kedalam instrumentation skill seperti programable logic control/PLC, dalam perkembangannya mesin-mesin manufacture modern tampak lebih compact dan mekanismenya banyak menggunakan kombinasi sistem pneumatic, hidrolic dan programable control )

Penjelasannya singkatnya  kurang lebih sebagai berikut :

Mechanical skill,  meliputi perawatan dan perbaikan diantaranya ; 1) sistem mekanis  (komponen-komponen yang dengan sinkron melakukan dua jenis gerakan mekanis, yaitu translasi dan rotasi), 2) sistem hidrolik, 3) sistem pneumatik, 4) sistem burner/pengapian

Eletrical Skill, Saya cenderung mengartikannya kedalam pengertian electric arus kuat. Basic Skill personelnya meliputi ; Meliputi 1)pemahaman akan logical electrical control, 2) memahami  jenis-jenis  parts  electric arus kuat ( komponen input,seperti stabilizer, capacitor bank, Trafo, Safety/Fuse/MCB, komponen kontrol seperti Push botton, contactor, Relay, Switch, all kind of sensor, dll, hingga komponen output seperti motor listrik, robotic cilinder, solenoid valve, dll ), 3) Mengerti  electrical safety standard

Installation, Personel yang melakukan fungsi ini,  umumnya memiliki kemampuan dalam 1) menginstall dan melakukan set up mesin. Beberapa suplier memberikan jasa instalasi komplet dengan biaya pembelian. Tapi jauh lebih baik, jika interaksi antara personel maintenance dan mesin sudah ada sejak instalasi awal. Karena dengan menginstall satu persatu, akan memberikan gambaran teknis yang lebih detail  mengenai sistem operasi mesin. Akan sangat membantu dalam analisa dan problem solving. Fungsi ini memiliki skill complete dalam mechanical, electrical dan instrumentasi. Tidak hanya install mesin baru, tapi 2)  installasi jalur pipa angin, pipa air, pipa steam yang masuk dalam Main Pipe, juga masuk dalam lingkup kerjanya. Semakin banyak divisi-divisi produksi, jika masing-masing divisi ini memerlukan suplay udara bertekanan, water suplay, Steam, dll. Maka fungsi installation ini yang memastikan jalur distribusinya  ready. Mustahil jika masing-masing divisi mengelola jalur piping ini secara independen.

Utility, fungsi ini terkait dengan mesin-mesin sumber tenaga, dan mesin transfer energi. Diantaranya; Diesel Generator Set / Genset, Compressore, Boiler, Sistem pendingin ( Chiller, Frezzer, Blast Frezeer, Super Frezeer ). 

Instrumentation, fungsi ini lebih pada sistem electronic arus lemah / DC. Tentunya personel maintenance harus memahami  bahasa pemograman untuk PLC, seperti omron, mitsubishi, allen bradley, dll. Tidak hanya memahami beberapa bahasa pemrograman untuk bisa berinteraksi dengan PLC.  Tingkat logika dalam mendevelope hingga menganalisa permasalahan yang dimiliki personel ini, benar-benar sangat sistematis dan terstruktur. Saya tidak menyebut spesies ini hebat, tapi lebih senang menyebutnya “sangat unik”, tidak heran  perusahaan harus mengeluarkan biaya besar untuk merekrut orang-orang ini. 

Workshop, Saya sudah menyinggung dalam alinea sebelumnya. Dari pengalaman, workshop atau biasa disebut Bengkel tidak terbatas sebagai pensuplai parts secara internal prusahaan. Ini benar-benar terkait langsung dengan maintenance cost. Bukan  hal yang mengherankan, ketergantungan mesin-mesin industri kita terhadap parts import sangat tinggi, oh bukan … tetapi sangat sangat tinggi. Terkadang saya berpikir, Suplier Mesin ini tidak hanya menjual mesin, tapi kontinuitas order spare parts menjadi pemasukan yang menguntungkan. Jika kita Import Spare Parts, kita tidak hanya bayar harga spare parts, tapi kita harus keluarkan lebih dari  20%  dari harga jualnya untuk keluarkan makhluk-makhluk ini dari Custom.  Jadi benar-benar sangat meringankan jika  beberapa parts bisa dibuat secara mandiri di workshop. Tidak hanya itu, meskipun parts ini kita buat di bengkel-bengkel atau machinery di dalam negeri,  harga material dan jasa pembuatannya kadang tidak masuk akal ( dan menjengkelkan ). Ada perlengkapan dasar yang harus dimiliki di workshop. Diantaranya Mesin Bubut, Welding, Gerinda, Bor, Miling, Plate Cutting.  Dan tentunya operator multi skill untuk mengoperasikannya. Jika demand semakin besar, tinggal pertambah saja  quantitynya. Jika berada di level Departemen, Install CNC perlu dipertimbangkan. Intinya, workshop tidak hanya sangat membantu dalam suplay spare parts tapi memiliki kontribusi yang sangat besar dalam menekan biaya maintenance.

Setiap perusahaan memiliki strategi yang berbeda yang berpengaruh pada struktur organisasi maintenance/engineeringnya-nya. Tepat atau tidak nya suatu format organisasi maintenance tentunya harus dilihat dari  efektivitas supportingnya terhadap bagian yang menjadi customernya. Saya ambil contoh, bagian Produksi, sebagai customer dari Bagian Maintenance. Yang termudah yaitu pencapaian target volume produksi, target quality produksi. Sedang di tingkat perusahaan, bisa dilihat kontribusi maintenance cost terhadap Harga Pokok Produksi (HPP). Implementasi Teknik Statistik Dasar (Check List, Pareto, Histogram, Fish Bone Diagram) akan sangat membantu jika diterapkan dengan benar.

Berbicara format struktur organisasinya, Industri minyak, gas dan pertambangan tentu berbeda dengan Industri makanan, obat-obatan. Masing-masing bidang manufacturing memiliki standard yang spsific terkait denan kendali proses. Disamping memperhitungkan strategi utama perusahaan, adanya standard proses ini secara tidak langsung juga berkontribusi dalam membentuk format engineering di setiap perusahaan. SOP Teknisi Pengeboran lepas pantai ( Rig off shore ), memiliki standard yang lebih ketat dari on shore dalam hal safety. Dan engineering dalam industri farmasi memiliki standard higienis dan sanitasi yang lebih tinggi dibanding industri otomotif, dan seterusnya. Tidak ada standard format  baku dalam hal ini.

Problem Turn Over pada Teknisi
Sepintas Bagian Engineering atau Maintenance berisi orang-orang multi high skill. Untuk pernyataan ini, saya setuju, meski tidak sepenuhnya. Orang-orang dibagian ini terbiasa bekerja secara one man show. Begitu pula dengan bagian engineering, orang-orang dengan keahlian khusus ini terkadang lebih nyaman jika  bekerja sendiri.
Tidak pas sebenarnya kalau saya katakan engineer lebih nyaman bekerja sendiri. Tapi ini adalah realitanya, saat mmerlukan teknisi lain. Teknisi ini lebih pada sebagai Helper atau teknisi pembantu, dengan pertimbangan safety saat kerja dan operasionalnya.

Dari sisi mentalitasnya, ada dua type teksnisi. Type Engineer dan Type Tukangnya Engineer / Helper.
Type kesatu yaitu Engineer tidak berarti harus insinyur sajana teknik, tapi memiliki konsep kerja seorang engineer, diantaranya memiliki minat dalam rekayasa teknik, dan termotivasi untuk menjaga dan meningkatkan performance mesin. Teknisi yang masuk di type ini, melihat knowledge dan skill sebagai modal, ada minat yang sangat besar untuk memperdalam spesialisasinya dan  berusaha menguasai bidang keilmuan lain yang dapat menunjang kerja mereka meski di tingkat basic. Misal seorang Teknisi mekanik, juga menguasai electric, instrumentasi, drawing design, manajemen perawatan, dll. Jadi benar-benar dasar ilmunya menunjang untuk melakukan rekayasa teknik dan koordinasi lintas bidang keilmuan.
Type kedua yaitu Type Tukangnya Engineer/Helper, jangan salah lho, Sarjana Teknik-pun memiliki karakter seperti ini. Teknisi yang masuk di kategori ini ; 1)lebih mengutamakan pengalaman dibanding dengan kedalaman proses berpikir dalam analisa masalah, 2) melihat bidang keilmuan dari sisi yang sangat sempit Mekanik ya mekanik, electric ya electric, dst. Tidak ada minat untuk mempelajari bidang lain, sehingga memiliki  banyak keterbatasan dalam melakukan rekayasa teknik. Meskipun bisa tidak lebih dari menjadi "Helper".

Yang saya maksud orang dengan keahlian khusus, yaitu Teknisi yang masuk Type satu. Perusahaan tidak akan segan memberikan penawaran tinggi untuk merekruitnya, apalagi mereka berada di rentang usia muda yaitu usia 27 - 30 tahun.
Disinilah masalahnya, yaitu “ Pembajakan tenaga kerja “.Faktor Ekonomi menjadi alasan utama, ahli-ahli mesin berkeahlian khusus  ini berpindah dari  satu tempat ke tempat lainnya. 

Apa yang kemudian  terjadi, perusahaan yang ditinggal harus mencari ahli pengganti dan mulai dari dari awal untuk proses adaptasi. Dan Perusahaan yang dituju, was-was jika ditinggal pergi meski dengan resiko “ new  boss, new rule”, strategi lama terputus dan mulai dengan strategi baru.  Kenyataannya dunia Engineering menawarkan kesempatan untuk mengenal berbagai teknologi baru, berimprovisasi dan mengupgrade skill, dimana dari sudut pandang individu apa yang didapat (experience, kowledge, skill) akan berdampak langsung pada nilai jual. industri konvensional  sangat tergantung pada individu, namun industri modern lebih tergantung pada sistem. Sistem yaitu interaksi sinergis antara semua komponen terkait, ada didalamnya human resources, metode kerja

Ini akan menjadi permasalahan pastinya. Tapi tetap ada solusinya. Saya menyarankan denga;1) Dokumentasi, 2) Penerapan Sistem Penilaian Performance Berbasis obyektivitas Kinerja.
Dokumentasi jelas, semua permasalahan permesinan di mapping setelah itu menetapkan standard perbaikan.  Jika semua terdokumentasi, mulai dari Drawing Parts Mesin, Sistem operasional mesin, Problem, langkah Perbaikan, dan lain-lain terkait hal teknis lainnya,  Budaya One Man Show berangsur akan hilang, dan bergeser pada model kerja kolektive. Perklu diingat, dokumentasi maintenance banyak menyangkut hal yang sangat rahasia ( very confidential ), anda wajib memiliki mekanisme untuk menjamin  kerahasiaannya.
Penerapan Sistem Penilaian Performance Berbasis obyektivitas Kinerja. Dengan adanya sistem ini, Gap atau Selisih antara Skill standard dengan actual yang dimiliki akan terlihat secara obyektif. Kuncinya pada data, umumnya semua orang sudah merasa bekerja dengan baik dan benar, jika tidak berbicara data obyektif, akan banyak sekali misskomunikasi. Sistem TPM menyediakan formulasinya, tinggal diolah dengan MBO atau Performance Approval system lainnya. Setelah itu lakukan Trainning rutin untuk pembekalan Basic Skill, melatih urutan kerja, kemampuan analisa masalah, dll.

Terima Kasih & Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar