Minggu, 04 Maret 2012

Zona Nyaman (Comfort Zone) adalah ilusi


Dalam buku yang berjudul … saya masih belum mengerti kalimat mana yang menjadi judul. Disampul depan tercetak kalimat cukup panjang, “ Setiap Manager Harus Baca Buku Ini!! Tips & Kiat Melakukan perubahan yang Tepat dan pas di tengah ketidakpastian “ … James Gwee  memberikan definisi mengenai Zona Nyaman.Beliau menyatakan, Zona nyaman adalah rutinitas sehari-hari kita. Kenapa nyaman ? karena kita terus melakukan hal yang sama setiap hari sehingga dengan mata terpejam pun, pekerjaan bisa selesai. Tidak ada rasa gelisah, rasa takut, tidak ada resiko salah, rugi, atau malu. Kita sudah merasa yakin bahwa kita sudah kompeten. Oleh karena itu, kita merasa nyaman sekali. ( Gwee,James. 2009. Setiap Manager Harus Baca Buku Ini. PT. Gramedia, Jakarta, hlm. 7 )
Dalam Trainning – trainning motivasi, comfort zone  menjadi istilah yang paling sering disebut, dengan persepsi kurang lebih seperti yang disampaikan dalam alinea diatas.

Mari kita telusuri definisi ini dengan perlahan. Perhatikan kata-kata ini,” Tidak ada rasa gelisah, rasa takut, tidak ada resiko salah, rugi, atau malu”. Apakah definisi ini didapat melalui  sebuah riset ? ataukah sebatas “ experience” yang kemudian menjadi  persepsi penulis. Saya koq, melihat tidak lebih sebagai persepsi penulis.  Dalam banyak case, orang – orang yang menentang adanya perubahan langsung di cap sebagai status quo, atau otomatis masuk kriteria “berada dalam zona nyaman”.

Dari sudut pandang saya, Istilah “Zona Nyaman” hanyalah Ilusi!  Pengalaman adalah guru terbaik, seperti  Roll Film yang diputar terbalik, saya teringat pada beberapa orang  yang “terlihat” seolah masuk dalam kritera  Zona Nyaman. Saya coba renungkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Apakah mereka tidak memiliki rasa gelisah ? tidak punya rasa takut ? tidak memiliki resiko bersalah ? tidak ada resiko rugi ? tidak ada rasa malu ? Jawabannya, orang-orang ini memilikinya.

Mereka masih punya rasa gelisah koq, diantaranya gelisah karena gajinya masih pas-pasan untuk menutupi biaya hidup keluarga, mereka juga takut kehilangan pekerjaan, takut melakukan kesalahan, dan lain-lain. Mereka yang sebelumnya “tampak” berada di zona nyaman, ternyata tidak memenuhi kriterianya. Lantas, apakah sebenarnya  zona nyaman itu ?

Seperti pada judul artikel, saya menyebut istilah ini sebagai ilusi dan tidak nyata. It’s not real. Zona nyaman atau comfort zone itu tidak ada. Dan tidak ada seorang pun yang berada didalamnya. Pandangan saya masih sebatas hipotesa, dan tentunya harus dibuktikan dengan penelitian.  Kita buat penelitian sederhana, berikan pertanyaan-pertanyaan tadi pada orang-orang yang  “ anda anggap” berada di zona nyaman, apakah mereka memenuhi kriteria-kriteria seperti pada alinea awal tadi ? Saya sudah melakukannya dan jawabannya tidak, mereka ternyata tidak senyaman yang kita kira. Inilah dasar hipotesa saya bahwa zona nyaman adalah istilah yang tidak real, tidak nyata , dan hanyalah  ilusi.

Mengapa istilah ini begitu populer ? Jawabannya, karena istilah ini dapat  menutupi ketidak mampuan seseorang. Lebih jelasnya yaitu Ketidak mampuan dalam melakukan beberapa fungsi dan peran manajerial .
Robbins dalam Management ( Robbins, Stephen.P;Coulter,M, 2009.Management. Pearson Education, Inc )  memberikan definisi fungsi dan peran manajerial sebagai berikut.
fungsi manjerial,yaitu ; Planning, Organizing, Leading, Controlling.
Planning ( Perencanaan ) yaitu mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas
Organizing ( penataan), yaitu Menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya.
Leading (kepemimpinan), yaitu memotivasi, memimpin, dan tindakan-tindakan lainnya yang melibatkan interaksi dengan orang-orang lain.
Controlling ( Pengendalian ), Mengawasi aktivitas-ativitas demi memastikan segala sesuatu berjalan sesuai rencana.
Dan 3 peran manajemen ;
1)      Peran antar-pribadi ( interpersonal roles), yaitu panutan, pimpinan, dan penghubung
2)      Peran penyambung informasi ( informational roles), yaitu pengawas, penyebar berita, dan juru bicara
3)      Peran pengambil keputusan ( decisional roles ), yaitu enterpreniur, pengentas kendala, pengalokasi sumber daya, dan perunding/negotiator.

Leader-leader di semua posisi dalam struktur organisasi perusahaan memiliki fungsi dan peran ini, dengan skala wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda tentunya. 
Mengapa saya sebut  menutupi ketidak mampuan ? mari kita telusuri akar masalahnya. Saat perusahaan, departemen, section, hingga kelompok terkecil dalam strukur memiliki strategi yang baru, terkadang ada  pandangan kritis hingga penolakan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disampaikan dengan diplomatis hingga frontal emosional.  Leader, dalam hal ini bisa Grup leader, Supervisor, Manager, hingga Director,  terkadang dengan  menyikapi pandangan-pandangan lain ini dengan menempatkan orang yang menyuarakannya dalam sudut  yang berlawanan.  Selanjutnya sudut ini berkembang menjadi  istilah “ Comfort Zone “.

Jika Leader melakukan fungsi leading , peran antar pribadi , dan peran penyambung komunikasi. Perbedaan-perbedaan pandangan  akan semakin mempertajam strategi. Pandangan kritis seburuk apapun akan menjadi  masukan mengenai bagaiman persepsi mereka terhadap suatu strategi yang baru. Dengan memahami sudut pandangnya, seorang leader berkewajiban untuk memberikan pemahaman dengan persepsi yang sama. Saya pikir masalahnya hanyalah persepsi, jika semua orang memiliki tujuan yang sama untuk kebaikan perusahaan, semua permasalahan penolakan yang timbul, tidak lebih dari perbedaan persepsi atau sudut pandang.  Bukan masalah mereka berada di zona nyaman, atau menjadi status quo.

Sekali lagi, jelas bagi saya bahwa istilah “ zona nyaman “, “ comfort zone” , “status quo”, atau apapun istilah yang memiliki definisi identik, hanyalah istilah ilusi, tidak real, dan tidak lebih dari akal-akalan untuk menutupi tanggung jawab seorang leader. Lebih mudah bukan mengkambing hitamkan istilah “zona nyaman” yang  divisualkan begitu rupa hingga seolah tampak nyata atau visible.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar